SOSIO-ANTROPOLOGI
PEDIDIKAN
MEMBANGUN
KULTUR DAN MASYARAKAT SEKOLAH
Oleh
:
1. Dahrul
Mahfudin Zuhri (09416241022)
2. Arif Gunawan (09416241023)
3.
Rizkytasari Dini H (09416241033)
4. Eni
Murwati (09416241038)
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat, taufik serta
hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah pada mata
kuliah sosio-antropologi yang diampu oleh Ibu Widyaningsih. Makalah ini dibuat
untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah sosio-antropologi pendidikan.
Makalah ini berisi tentang cara – cara membangun kultur dan masyarakat sekolah.
Selain itu makalah ini berisi berbagai hal yang berhubungan dengan kultur dan
masyarakat.
Makalah
ini dibuat dengan maksud mendidik dan melatih mahasiswa menjadi lebih kritis,
terdidik, melatih untuk bekerja sama dan lebih memahami tentang masyarakat
kultur dan sekolah. Selain itu dengan membuat makalah ini diharapkan mahasiswa
dapat meningkatkan kemampuan dalam pembelajaran mata kuliah sosio-antropologi
pendidikan.
Semoga
makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat dan berguna, khususnya bagi kami
penulis. Tiada kesempurnaan dan kami rasa masih banyak kekurangan dalam
pembuatan lapora ini, kami mohon maaf atas kekurangan dan kesalahan dalam
penulisan laporan ini.
BAB
I
PENDAHULUAN
Indonesia
merupakan negara yang besar dan secara geografis Indonesia merupakan negara
yang terdiri dari pulau – pulau. Indonesia yang merupakan negara kepulauan,
menyebabkan adanya batas laut antara satu pulau dengan pulau yang lain. Jarak
yang timbul akibat batasan ini menimbulkan keberagaman. Keberagaman itu mulai
dari bahasa, pakaian, adat, aturan, kultur, dan lain – lainnya.
Adat,
bahasa, pakain dan lain sebagainya terangkum dalam sebuah kultur yang tiap
daerah di Indonesia berbeda. Kultur yang beragam merupakan kekayaan yang
dimiliki oleh Indonesia. Perkembangan zaman yang semakin modern menyebabkan
adanya percampuran kultur dari luar negeri. Kultur negeri sendiri semakin lama
semakin luntur. Kultur yang sangat berharga mulai diremehkan dan dianggap
norak. Masyarakat asli Indonesia lebih mengaggumi kultur negara lain. Padahal
mempelajari dan memahami kultur sendiri jauh lebih penting. Setidaknya untuk
menjaga eksistensi negri ini dibutuhkan sesuatu yang dapat dijadikan keunikan
dan kekhasan, yaitu keberagaman kultur.
Berkaitan
dengan kultur, masyarakat Indonesia yang kulturnya masih tradisional, sehingga
dalam menjalani kehidupan sebagian besar masih berfikir tradisional. Masyarakat
Indonesia masih banyak yang tidak memprioritaskan pendidikan sebagai hal yang
penting. Kepedulian atau partisipasi masyarakat terhadap pendidikan sangat
kurang, entah karena tidak ada biaya atau kurangnya kesempatan untuk
mendapatkan pendidikn di sekolah.
Memajukan
negara ini dimulai dengan meningkatkan kualitas pendidikan di mulai dari
generasi muda. Membudayakan masyarakat untuk mementingkn sekolah merupakan
langkah awal memajukan negara ini. Masyarakat sekolah harus dikembangkan di
negara ini, sehingga pendidikan dapat benar- benar dirasakan di masyarakat kita
ini
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MEMBANGUN KULTUR DAN MASYARAKAT SEKOLAH
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah,
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan
sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture,
yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau
mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture
juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia,
memiliki makna yang sama dengan kebudayaan. Kebudayaan yaitu segala daya upaya
serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan mengubah alam. Jadi, Membangun
kultur adalah segala daya atau usaha untuk membangun budi dan akal manusia
untuk menghasilkan suatu karya.
Sekolah bisa diartikan beberapa pengertian:
- Gedung
Sekolah - tempat belajar secara formal.
- Sekolah
(institusi) - tempat pendidikan diberikan.
- Sekolah
(Dungeons & Dragons), dewa dalam
permainan tersebut.
Masyarakat (sebagai terjemahan
istilah society) adalah sekelompok orang
yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka),
dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada
dalam kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata
dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu
jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling
tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu
sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.
Masyarakat sekolah yaitu
Unsur-unsur yang melaksanakan proses persekolahan, tanpa adanya unsur ini maka
dipastikan kegiatan persekolahan akan terganggu. Yang kemudian berkembang
dengan sebutan stakeholder yang berisi antara lain : guru,
kepala sekolah, siswa, orang tua siswa dan pemerintah.
B. Membangun Kultur
Pada dasarnya
kualitas sebuah lembaga pendidikan bisa dilihat dari sejauh mana
keberhasilannya dalam meningkatkan kualitas mulai dari kultur organisasi atau
institusi. Khusus dalam lembaga pendidikan formal seperti sekolah kultur yang
dibangun adalah nilai-nilai atau norma-norma yang dianut dari generasi ke
generasi.
Peran kultur di
sekolah akan sangat mempengaruhi perubahan sikap maupun perilaku dari warga
sekolah. Kultur sekolah yang positif akan menciptakan suasana kondusif bagi
tercapainya visi dan misi sekolah, demikian sebaliknya kultur yang negatif akan
membuat pencapaian visi dan misi sekolah mengalami banyak kendala. Kultur
sekolah yang baik misalnya kemauan menghargai hasil karya orang lain,
kesungguhan dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, motivasi untuk terus
berprestasi, komitmen serta dedikasi kepada tanggungjawab. Sedangkan kultur
yang negatif misalnya kurang menghargai hasil karya orang lain, kurang
menghargai perbedaan, minimnya komitmen, dan tiadanya motivasi berprestasi pada
warga sekolah.
Berkaitan
dengan peningkatan sumber daya manusia, juga perlu diciptakan kultur yang baik.
Pada semua tenaga pendidik dan tenaga kependidikan harus ada komunikasi dan
kolaborasi yang apik sehingga mendukung sebuah lembaga untuk terus berinovasi,
untuk terus melakukan perubahan yang positif, atau Tajdid dalam bahasa
persyarikatan kita. Tenaga pendidik dan kependidikan yang memiliki kultur yang
baik akan meciptakan suasana pembelajaran kepada peserta didik yang juga
menyenangkan, dilakukan dengan kesungguhan dan sepenuh hati.
Untuk siswa
perlu ditingkatkan motivasi belajar dan pentingnya kedisiplinan, kejujuran dan
motivasi berprestasi sehingga kompetisi antar siswa akan tercipta. Contoh
kultur negatif yang masih sering dilakukan siswa antara lain masih kurang
diperhatikannya persoalan kedisiplinan, ini terbukti dari angka keterlambatan
yang cukup tinggi.
Budaya inovasi
juga perlu ditingkatkan dalam semua elemen dan warga sekolah. Misalnya saja
guru harus membudayakan untuk terus berinovasi dalam pembuatan media
pembelajaran. Metode pembelajaran yang konvensional harus diganti dengan metode
baru yang kontemporer dan profesional tanpa meninggalkan penekanan kepada makna
dan kearifan lokal.
Setiap
perubahan budaya menuju perbaikan jelas akan menemui tantangan, terutama oleh
mereka yang merasa sudah mapan, status quo yang yang sudah terlanjur nyaman
dengan kemapanan. Kelompok pembaharu umumnya akan ditentang, memang karena
perubahan itu akan terkesan menakutkan bagi sebagian orang. Dalam manajemen organisasi
ini sesuatu yang wajar namun tetap perlu dikendalikan.
Solusinya,
harus ada kemauan untuk membangun budaya yang kondusif bagi pembelajaran itu
dari semua pihak. Lembaga sekolah harus melakukan berbagai pendekatan agar
terjadi komunikasi yang baik antara sekolah dengan warga sekolah. Pendekatan
yang dilakukan bisa massal maupun personal. Namun agaknya kecenderungan yang
lebih efektif adalah pendekatan personal. Dalam pendekatan itu sekolah wajib
menyadarkan warga sekolah akan kebutuhan terhadap perubahan itu sendiri,
dilakukan sosialisasi, pelatihan dan sebagainya. Disamping juga peraturan yang
sudah dibuat melalui konsensus itu mesti ditegakkan.
Bagi guru, agar
mudah menerima perubahan maka mesti memperluas wawasan, sharing perkembangan
yang sudah terjadi di luar sana sehingga bisa berpikir lebih akomodatif
terhadap perubahan positif kebudayaan. Dan yang tidak kalah penting, kepada
siswa perlu dilakukan sosialisasi mengenai tantangan dunia ke depan sehingga
mereka termotivasi untuk menyiapkan diri menghadapi tantangan zaman.
Terhadap kultur
yang dibawa oleh kecanggihan teknologi memang tidak semuanya baik. Kita perlu
menyaring, memilih dan memilah mana yang baik dan mana yang tidak baik. Tidak
semuanya konsekuensi teknologi itu kita biarkan, diperlukan adaptasi, bukan
adopsi. Namun adanya sisi negatif itu bukan berarti kita harus menutup diri
dari teknologi, kalau kita antipati maka kita pasti semakin tertinggal.
C.
MEMBANGUN MASYARAKAT SEKOLAH
Lembaga
pendidikan yang akan kita bangun, amat tergantung pada banyak faktor, mulai
kondisi SDM-nya seperti kepala sekolah sampai dengan tenaga pendidik dan tenaga
administrasinya sampai dengan peserta didiknya. Masyarakat sekolah juga amat
dipengaruhi oleh sistem manajemen dan organisasinya, serta fasilitas sekolah
yang mendudungnya. Suatu lembaga pendidikan berasrama milik militer atau
kepolisian akan terlihat mulai dari adanya sistem penjagaan yang ketat. Begitu
masuk pintu gerbang lembaga itu suasana itu sudah mulai terasa. Dua penjaga
bersenjata lengkap berdiri di depan pos jaga yang siap akan menanyakan kepada
semua tamu yang datang. Penjaga itu bisa saja siswa piket atau petugas outsourcing
yang ditugasi untuk itu. Itulah budaya kasat mata yang dapat segera kita
lihat.
Sekolah dapat
berpengaruh terhadap semua aspek kehidupan di dalam sekolah, termasuk kepada
pendidik dan peserta dididk. Budaya sekolah berpengaruh terhadap bagaimana
pendidik berhubungan dan bekerja sama dengan semua warga sekolah, dengan sesama
pendidik, peserta didik, orangtua peserta didik, pegawai tata usaha sekolah,
dan juga kepada masyarakat. Nilai-nilai sosial budaya sangat berpengaruh
terhadap bagaimana sekolah menghadapi masalah sekolah, dan sekaligus memecahkan
masalahnya, termasuk masalah hasil belajar peserta didik.
Nilai-nilai
sosial budaya sekolah tentu saja dapat dibangun, diubah sesuai dengan budaya
baru yang tumbuh dalam masyarakat. Ketika masyarakat masih memiliki paradigma
lama dengan menyerahkan sepenuhnya urusan pendidikan anaknya kepada sekolah,
maka lahirlah satu bentuk hubungan sekolah dengan orangtua siswa dan masyarakat
yang sangat birokratis. Orangtua dan masyarakat berada di bawah perintah kepala
sekolah.
D.
Cara Membangun Masyarakat Sekolah
Banyak sekali
nilai-nilai sosial budaya yang harus dibangun di sekolah. Sekolah adalah ibarat
taman yang subur tempat menanam benih-benih nilai-nilai sosial budaya tersebut.
Ingin menanam benih-benih kejujuran dalam masyarakat? Tanamlah di sekolah.
Demikian seterusnya dengan benih-benih nilai-nilai sosial budaya lainnya. Contoh
nilai-nilai sosial budaya yang harus ditanam pada masyarakat sekolah sekolah:
§ Pertama,
kebiasaan menggosok gigi. Kebiasaan ini sangat Islami. Nabi Muhammad SAW selalu
melakukan “siwak” dalam kehidupan sehari-harinya. Ada nilai religius dan medis
yang dapat dipetik dari kebiasaan ini. Ucapan yang baik akan berasal dari mulut
yang bersih. Secara medis, gigi dan mulut yang bersih akan berdampak terhadap
kesehatan otak kita. Hasilnya sama dengan tinjauan dari sudut pandang religius.
§ Kedua,
etika. Etika atau akhlakul karimah adalah tata aturan untuk bisa hidup bersama
dengan orang lain. Kita hidup tidak sendirian, dilahirkan oleh dan dari orang
lain yang bernama ibu dan ayah kita, dan kemudian hidup bersama dengan orang
lain. Oleh karena itu, kita harus hidup beretika, menghormati diri sendiri dan
orang lain.
§ Ketiga,
kejujuran. Semua warga sekolah harus dilatih berbuat jujur, mulai jujur kepada
dirinya sendiri, jujur kepada Tuhan, jujur kepada orang lain. Kejujuran itu
harus dibangun di sekolah. Bukan sebaliknya. Dari tinjauan inilah barangkali
KPK telah membuat program kantin kejujuran di ribuan sekolah di negeri ini.
Konon, materi materi matapelajaran matematika modern seharusnya menghasilkan
manusia yang jujur di negeri ini. Apalagi dengan materi pelajaran Pendidikan
Agama. Tetapi nyatanya tidak demikian. Malah telah menghasilkan banyak koruptor.
Materi tentang penjumlahan, pengurangan, dan perkalian ternyata jauh lebih
sulit dibandingkan dengan materi tentang pembagian. Hasilnya, membagi kasih
sayang, membagi pemerataan, dan membagi kebahagiaan ternyata jarang dilakukan
ketimbang mengumpulkan hasil korupsi, mengalikan bunga bank untuk kekayaan
pribadi. Oleh karena itu, maka budaya kejujuran harus dapat dibangun di
sekolah.
§ Keempat,
kasih sayang. Penulis pernah mengutip pandangan guru besar IKIP Surabaya, yang
menyatakan bahwa ada tiga landasan pendidikan yang harus dibangun, yaitu (1)
kasih sayang, (2) kepercayaan, dan (3) kewibawaan. Menurut beliau, kasing
sayang telah melahirkan kepercayaan. Kepercayaan menghasilkan kepercayaan, dan
kepercayaan akan menghasilkan kewibawaan.
§ Kelima,
mencintai belajar. Mana yang lebih penting? Apakah menguasai pelajaran atau
mencintai belajar? Learning how to learn, ternyata akan jauh lebih
penting ketimbang bersusah payah menghafalkan bahan ajar yang selalu akan terus
bertambah itu. Dari sini lahirlah pendapat bahwa belajar konsep jauh lebih
penting daripada menghafalkan fakta dan data.
§ Keenam,
bertanggung jawab. Sering kali kita menuntut hak ketimbang tanggung jawab.
Mahatma Gandhi mengingatkan bahwa semua hak itu berasal dari kewajiban yang
telah dilaksanakan dengan baik. Itulah sebabnya maka kita harus memupuk rasa
tanggung jawab ini sejak dini ini di lembaga pendidikan sekolah, bahkan dari
keluarga.
§ Ketujuh,
menghormati hukum dan peraturan. Sering kita menghormati hukum dan peraturan
karena takut kepada para penegak hukum. Kita mematuhi hukum dan
perundang-undangan karena takut terhadap ancaman hukuman. Seharusnya, kita
mengormati hukum dan peraturan atas dasar kesadaran bahwa hukup dan peraturan
itu adalah kita buat untuk kebaikan hidup kita.
§ Kedepalapan,
menghormati hak orang lain. Kita masih sering membeda-bedakan orang lain karena
berbagai kepentingan. Kita tidak menghargai bahwa sebagian dari apa yang kita
peroleh adalah hak orang lain. Kita masih lebih sering mementingkan diri
sendiri ketimbang memberikan penghargaan kepada orang lain. Penghargaan kepada
orang lain tidak boleh melihat perbedaan status sosial, ekonomi, agama, dan
budaya.
§ Kesembilan,
mencintai pekerjaan. Ingin berbahagia selamanya, maka bekerjalah dengan senang
hati. Ini adalah kata-kata mutiara yang selalu melekat di hati. Pekerjaan
adalah bagian penting dari kehidupan ini. Siapa yang tidak bekerja adalah tidak
hidup. Oleh karena itu, peserta didik harus diberikan kesadaran tentang
pentingnya menghargai pekerjaan.
§ Kesepuluh,
suka menabung. Memang kita sering memperoleh hasil pas-pasan dari hasil
pekerjaan kita. Tetapi, yang lebih sering, kita mengikuti pola hidup ”lebih
besar tiang daripada pasak”. Tidak mempunyai penghasilan cukup tetapi tetap
melakukan pola hidup konsumtif. Penghasilan pas-pasan, tetapi tetap
menghabiskan uangnya untuk tujuan yang mubazir, seperti merokok. Kita masih
jarang memiliki semangat menabung untuk masa depan.
§ Kesebelas,
suka bekerja keras. Ngobrol dan duduk-duduk santai adalah kebiasaan lama di
pedesaan kita. Pagi-pagi masih berkerudung sarung. Padahal, setelah shalat
Subuh, kita diharuskan bertebaran di muka bumi untuk bekerja. Untuk ini, suka
bekerja harus menjadi bagian dari pendidikan anak-anak kita di sekolah dan di
rumah.
§ Kesepuluh,
tepat waktu. Waktu adalah pedang, adalah warisan petuah para sahabat Nabi. Time
is money adalah warisan para penjelajah ”rules of the waves”
bangsa pemberani orang Inggris. Sebaliknya, jam karet adalah istilah
sehari-hari bangsa sendiri yang sampai saat ini kita warisi. Mengapa warisan ini
tidak dapat segera kita ganti? Maka tanamlah benih-benih menghargai waktu di
ladang sekolah kita. Sudah barang tentu masih banyak lagi nilai-nilai sosial
budaya yang harus kita tanam melalui ladang lembaga pendidikan sekolah.
Nilai-nilai sosial budaya tersebut harus dapat kita tanam dan terus kita pupuk
melalui proses pendidikan dan pembudayaan di rumah, sekolah, dan dalam
kehidupan masyarakat kita. Amin..
BAB III
PENUTUP
Kultur yang ada
disekolah sangat berpengaruh terhadap keberhasilan siswa. Sekolah yang memiliki
kulttur sekolah yang baik tentunya lebih ungul dibanding sekolah- sekolah yang
lain. Sekolah yang unggul diantaranya memilki visi dan misi yang jelas.
Akhirnya , kultur sekolah yang baik dimana hal ini akan menciptakan susasana
belajar yang kondusif akan terwujud jika semua komponen di ligkungan sekolah
dan elemen- elemen lain diluar sekolah yang amsih terkait menyadari, bahwa
menjaga dan ikut memelihara serta
menciptakan susasana baik dilingkungan sekolah dan lingkungan- lingkungan yang
terkait merupakan tanggung jawab semua pihak
DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat, 2005.
Pengantar Antropologi. 2005. Jakarta:
PT Rineka Putra.