BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Suatu negara dikatakan telah
memiliki prestasi ekonomi apabila angka agregatnya tinggi. Masalah yang ingin
diselesaikan oleh negara biasanya menyangkut kesejahteraan dan menuntaskan
kemiskinan. Akan tetapi, tolok ukur suatu masyarakat dianggap miskin adalah
tergantung kebutuhan dan gaya hidup masyarakat itu sendiri. Agar kita dapat
mengetahui pertumbuhan ekonomi suatu negara, tentu kita harus tahu pendapatan
perkapita rata-rata penduduk Indonesia. Karena pendapatan perkapita
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara, oleh karena itu, pertumbuhan
ekonomi tersebut akan mempengaruhi struktur perekonomian suatu negara.
B.
RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dari tema yang akan
kita bahas kali ini adalah
1. Bagaimana penghitungan pendapatan
nasional Indonesia?
2. Apa sajakah yang mempengaruhi
pendapatan nasional?
3. Bagaimana pertumbuhan ekonomi di
negara Indonesia?
4. Bagaimana struktur perekonomian
negara Indonesia?
C.
TUJUAN
Tujuan dari pembahasan makalah ini
adalah
1. Untuk mengetahui penghitungan
pendapatan nasional segara Indonesia
2. Untuk mengetahui hal-hal yang
memmpengaruhi pendapatan nasional
4. Untuk mengetahu pertumbuhan
ekonomi Indonesia
4. Untuk megetahui struktur
perekonomian negara Indonesia.
BABII
PEMBAHASAN
A.
KONSEP-KONSEP
PENDAPATAN NASIONAL INDONESIA
Istilah pendapatan nasional dapat
berarti luas dan sempit. Dalam arti sempit, pendapatan nasional adalah
terjemahan langsung dari national income
sedangkan pendapatan nasional dalam arti luas dapat merujuk ke Produk Domestik
Bruto (PDB) atau Gross Domestik Product (GDP);
atau merujuk ke Produk Nasional Bruto (PNB) atau Gross National Product (GNP); Produk Nasional Neto (PNN) atau Net National Product (NNP); atau merujuk
ke Pendapatan Nasional (PN) alias National
Income (NI). Pendapatan nasional suatu negara digunakan untuk mengukur
prestasi suatu negara.
1.
Metode Penghitungan Pendapatan nasional
Penghitungan pendapatan nasional
Indonesia dimulai dengan Produk Domestik Bruto. PDB itu sendiri sebagaimana
diketahui dapat dihitung atau diukur dengan tiga macam pendekatan yaitu: (1)
pendekatan produksi; (2) pendekatan pendapatan; (3) pendekatan pengeluaran.
a.
Pendekatan Produksi
Berdasarkan pendekatan produksi, PDB
adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit
produksi di wilayanh suatu negara dalam jangka waktu setahun. Unit-unit
produksi secara garis besar di bagi menjadi sebelas sektor, yaitu:
·
pertanian, peternakan,
kehutanan dan perikanan;
·
pertambangan dan
penggalian
·
industri pengolahan
·
listrik, gas dan air
minum
·
banguna
·
perdagangan, hotel dan
restoran
·
pengangkutan dan
komunukasi
·
bank dan lembaga
keuangan lainnya
·
sewa rumah
·
pemerintahan dan
pertahanan
·
jasa-jasa
Maksud dari metode produksi ini, jumlah seluruh hasil
produksi (output) suatu negara dalam satu tahun dikalikan harga satuan
masing-masing. Sehingga bila dituliskan dalam rumus akan nampak sebagai
berikut:
Keterangan:
Y = Pendapatan Nasional (PDB)
Q1 = Jumlah barang ke - 1
P1 = Harga barang ke - 1
Q2 = Jumlah barang ke - 2
P2 = Harga barang ke - 2
Qn = Jumlah barang ke - n
Pn = Harga barang ke - n
Y = Pendapatan Nasional (PDB)
Q1 = Jumlah barang ke - 1
P1 = Harga barang ke - 1
Q2 = Jumlah barang ke - 2
P2 = Harga barang ke - 2
Qn = Jumlah barang ke - n
Pn = Harga barang ke - n
b.
Pendekatan Pendapatan
Menurut pendekatan pendapatan, PDB
adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang turut
serta dalam proses produksi di wilayah suatu negara dalam satu tahun. Balas
jasa produksi meliputi;
·
sewa (r)
·
upah/gaji (w)
·
bunga modal (i)
·
keuntungan (p)
dengan
demiian, bila digambarkan dalam rumus adalah sebagai berikut:
c. Pendekatan
Pengeluaran
Menurut pendekatan pengeluaran, PDB adalah seluruh
komponen permintaan akhir dalam jangka waktu satu tahun, meliputi:
·
pengeluaran konsumsi
rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari keuntungan (C)
·
pembentukan modal tetap
domestik bruto dan perubahan stok/ investasi (I)
·
pengeluaran konsumsi
pemerintah (G)
·
ekspor neto (ekspor
dikurangi impor) (X-M)
Produk
Nasional Bruto (PNB) adalah produk domestik
bruto ditambah pendapatan neto atas faktor luar negeri yaitu pendapatan atas
faktor produksi warga negara Indonesia yang di hasilkan (diterima) di luar
negeri dikurangi pendapatan atas faktor produksi warga negara asing yang
dihasilkan di (diperoleh) di Indonesia. Dari produk nasional bruto dapat
dihitung produk nasional neto, yaitu produk nasional bruto dikurangi seluruh
penyusutan atas barang-barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi
selama setahun.
PDB dan PNB serta PNN sebagaimana
dijelaskan di atas merupakan PDB dan PNB serta PNN atas dasar harga pasar,
karena di dalamnya masih tercakup unsur pajak tak langsung neto. Pajak tak
langsung neto ialah jumlah seluruh pajak tak langsung yang dipungut pemerintah
dikurangi jumlah seluruh subsidi yang diberikan pemerintah. Apabila produk
nasional neto atas dasar harga pasar tadi dikurangi dengan pajak tak langsung
neto ini, maka diperoleh angka produk nasional neto atas dasar biaya faktor
produksi. PNN atas biaya faktor produksi inilah yang disebut dengan pendapatan
nasional.
2.
Metode Penghitungan Pertumbuhan Pertumbuhan Riil
PDB, PNB, PNN, dan PN secara umum
disebut agregat ekonomi, yaitu angka besaran total yang menunjukkan prestasi
ekonomi suatu negara atau negeri. Dari agregat ekonomi itu, selanjutnya dapat
di ukur pertumbuhan ekonomi. Untuk menghitung pertumbuhan ekonomi riil, terlebih
dahulu harus dihilangkan pengaruh perubahan harga yang melekat pada angka-angka
agregat ekonomi menurut harga berlaku (current
prices), sehingga terbentuk angka agregat ekonomi menurut harga konstan (constant prices) tahun tertentu. Dalam
hal ini ada tiga metode untuk mengubah angka menurut harga berlaku menjadi
angka menurut harga konstan yaitu, (1) metode revaluasi; (2) metode
ekstrapolasi; (3) metode deflasi.
Metode revaluasi dilakukan dengan
cara menilai produksi masing-masing tahun dengan menggunakan harga tahun
tertentu yang dijadikan tahun dasar. Metode ekstrapolasi dilakukan dengan cara
memperbarui nilai tahun dasar sesuai dengan indeks produksi atau tingkat
pertumbuhan riil dari tahun sebelumnya. Sedangkan metode deflasi dilakukan
dengan cara membagi nilai masing-masing tahun dengan harga relatif yang sesuai
(indeks harga kali seperseratus).
3.
Metode Penghitungan Nilai Tambah
Nilai tambah (added value) adalah selisih antara nilai akhir (harga jual) suatu
produk dengan nilai bahan bakunya. Nilai tambah sektoral suatu produk
mencerminkan nilai tambah produk tersebut di sektor yang bersangkutan. Nilai
tambah yang dihitung menurut harga tahun yang berjalan disebut nilai tambah
menurut harga yang berlaku. Nilai tambah dapat pula dihitung menurut harga
konstan pada tahun dasar tertentu untuk menghitung nilai tambah menurut harga konstan terdapat empat macam
cara yaitu (1) metode deflasi ganda; (2) metode ekstrapolasi; (3) metode
deflasi langsung; dan (4) netode deflasi komponen pendapatan.
B.
PENDAPATAN NASIONAL DAN PERTUMBUHAN
EKONOMI
Setiap tahun, PDB senantiasa lebih
besar daripada PNB. Hal ini mencerminkan nilai produk orang asing di Indonesia
lebih besar daripada produk orang Indonesia di luar negeri bagi negara-negatra
maju, PNB mereka biasanya lebih besar daripada PDB-nya.
Secara spesifik, jika diukur
berdasarkan angka-angka PDB, pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang periode 25
tahun era PJPT tergolong tinggi. Selama Pelita I, perekonomian tumbuh dengan
rata-rata 8,56% per tahun. Dalam Pelita II menurun menjadi rata-rata 6,96% per
tahun. Tingginya pertumbuhan ekonomi selama dua Pelita ini adalah karena minyak
bumi di dunia mengalami krisis akibat embargo oleh negara-negara Arab anggota
OPEC dengan konflik Arab-Israel, membumbung luar biasa. Jadi, karena Indonesia
termasuk dalam OPEC,ini bisa menguntungkan Indonesia. Dalam Pelita III pertumbuhan ekonomi menurun
lagi menjadi 6,24% karena sebaliknya,
harga minyak bumi anjlok di pasaran dunia. Saat itu hendak memasuki Pelita III.
Karena minyak bumi pada waktu itu masih menjadi andalan ekspor. Pada tahun awal
1920-an resi ekonomi melanda seluruh dunia. Dan ini juga menjadi penyebab
turunnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dalam Pelita IV laju pertumbuhan
menurun sedikit , 5,32% pertahun. Akan tetapi selama Pelita IV berlangsung
perubahan sruktural yang signifikan bagi perekonomian Indonesia. Ketergantungan
penerimaan devisa pada minyak bumi berkurang, ekspor nonmigas berperan. Upaya
mengurangi ekonomi biaya tinggi dan meningkatkan efisiensi nasional melalui deregulasi
dan debirokratisasi terus dilanjutkan selama Pelita V, dan membuahkan hasil
dengan naik 6,7% pertahun.
Data Pendapatan Nasional
PRODUK DOMESTIK BRUTO
(miliar rupiah)
|
2003
|
2004
|
2005
|
2006
|
a. Nilai
|
1,577,171.30
|
1,656,516.80
|
1,750,815.20
|
1,847,292.90
|
b. Pertumbuhan(%)
|
4.78
|
5.03
|
5.69
|
5.51
|
Sumber: Statistik Ekonomi dan
Keuangan Indonesia
Dengan demikian secara sederhana,
kita dapat menghitung PDB per kapita Indonesia tahun 2005 adalah sebesar; Rp.
7,999,382.61
Recent Gross National Product and
Gross Domestic Product of Indonesia (2000-2008)
Year
|
GNP1
|
GNP2 (2000 prices)
|
GDP1
|
GDP2 (2000 prices)
|
2000
|
1297607
|
1297636
|
1389769
|
1389770
|
2001
|
1623229
|
1376773
|
1684279
|
1442984
|
2002
|
1767319
|
1448023
|
1897799
|
1504379
|
2003
|
1936260
|
1495940
|
2013674
|
1579558
|
2004
|
2190475
|
1576047
|
2295825
|
1656516
|
2005
|
2639279
|
1643432
|
2774280
|
1750815
|
2006
|
3196948
|
1733269
|
3339215
|
1847126
|
2007
|
3786836
|
1842682
|
3949321
|
1963091
|
2008
|
4778162
|
1985081
|
4954027
|
2082103
|
Note: Scale in billion rupiahs
|
||||
Primary Sources: Badan Pusat Statistik/DataStream
Database
|
C.
PENDAPATAN PERKAPITA DAN KEMISKINAN
Pertumbuhan ekonomi yang dihitung
dari angka-angka di atas dihitung berdasarkan angka kenaikan PDB. Bukan
semata-mata kenaikan produk atau pendapatan secara makro. Pertumbuhan ekonomi
itu juga telah menaikkan pendapatan perkapita masyarakat.
Dalam ruang lingkup ASEAN, Indonesia
termasuk lebih tinggi daripada sebagian negara ASEAN pada tahun 1993.
Tolok ukur lainn yang digunakan
untuk mengukur kemakmuran suatu negara adalah kesejahteraan penduduk.
Kesejahteraan dan kemiskinan tidak hanya ditinjau dari pendapatan saja, yang
dari pendekatan ekonomi, tetapi juga pendekatan lain seperti pendekatan sosial,
ataupun non ekonomi. Ataupun masalah yang klasik itu jika dilihat dari sudut
pandang lain karena pendidikan yang kurang, sistem pemerintahan yang kurang
sesuai/ pragmatis.
Berikut adalah kutipan data
pendapatan perkapita dan data kemiskinan yang kami ambil dari internet.
Data Pendapatan Perkapita
Tingkat pendapatan
masyarakat Indonesia pada tahun 2009, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) sudah
semakin baik dibanding tahun 2007. Itu menandakan secara rata-rata masyarakat
Indonesia semakin makmur dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Versi BPS pendapatan
per kapita masyarakat di seluruh Indonesia termasuk warga negara asing yang
tinggal di Indonesia, pada 2009 adalah Rp 24,3 juta atau US$ 2.590,1.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik Slamet Sutomo mengatakan angka ini meningkat dibanding tahun 2007 yang hanya US$ 1.938,2 atau sebesar Rp 17,5 juta per kepala”
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik Slamet Sutomo mengatakan angka ini meningkat dibanding tahun 2007 yang hanya US$ 1.938,2 atau sebesar Rp 17,5 juta per kepala”
Data Kemiskinan
-
Jumlah
penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan di Indonesia
pada Bulan Maret 2009 sebesar 32,53 juta (14,15 persen). Dibandingkan dengan
penduduk miskin pada Bulan Maret 2008 yang berjumlah 34,96 juta (15,42 persen),
berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,43 juta.
-
Selama periode Maret
2008-Maret 2009, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 1,57
juta,sementara di daerah perkotaan berkurang 0,86 juta orang.
-
Persentase penduduk
miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada Bulan
Maret 2009, sebagian besar (17,35 persen) penduduk miskin berada di daerah
perdesaan.
-
Peranan komoditi
makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranankomoditi
bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Bulan Maret
2009,sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 73,57
persen.
-
Komoditi makanan yang
berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan adalah beras, gula pasir, telur,
mie instan, tahu dan tempe. Untuk komoditi bukan makanan adalah biaya
perumahan, biaya listrik, angkutan dan minyak tanah.
-
Pada periode Maret
2008-Maret 2009, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan
(P2) menunjukkan kecenderungan menurun. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran
penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran
penduduk miskin juga semakin menyempit. Jumlah penduduk miskin (penduduk yang
berada di bawah Garis Kemiskinan di Indonesia pada Bulan Maret 2009 sebesar
32,53 juta (14,15 persen).
D. STRUKTUR EKONOMI INDONESIA
Struktur ekonomi sebuah negara dapat dilihat dari
berbagai sudut tinjauan. Dalam hal ini struktur ekonomi dapat dilihat
setidaknya berdasarkan empat macam sudut, yaitu:
·
Tinjauan makro
sektoral
·
Tinjauan
keruangan
·
Tinjauan
penyelenggaraan kenegaraan
·
Tinjauan
birokrasi pengambilan keputusan
Dua yang disebut pertama merupakan tinjauan ekonomi
murni, sedangkan dua yang disebut merupakan tinjauan politik.
Berdasarkan tinjauan makro sektoral sebuah
perekonomian dapat berstruktur misalnya agraris, industrial atau niaga
tergantung pada sektor produksi apa/mana
yang menjadi tulang punggung perekonomian yang bersangkutan. Berdasarkan
tinjauan keruangan, suatu perekonomian dapat dinyatakan berstruktur
kedesaan/tradisional dan berstruktur kekotaan/modern. Hal itu bergantung pada
apakah wilayah pedesaan dengan teknologinya yang tradisional yang mewarnai
kehidupan ekonomi itu, ataukah wilayah perkotaan dengan teknologinya yang sudah
relati modern yang mewarnainya.
Orang dapat pula melihatnya dengan tinjauan penyelenggaraan
kenegaraan menjadi perekonomian yang berstruktur etatis, egaliter, atau
borjuis. Predikat struktur ini tergantung pada siapa atau kalangan mana yang
menjadi pemeran utama dalam perekonomian yang bersangkutan, apakah
pemerintah/negara, ataukah rakyat kebanyakan, ataukah kalangan pemodal ditambah
usahawan. Bias pula struktur ekonomi dilihat berdasarkan tinjauan birokrasi
pengambilan keputusannya.
1.
Tinjauan Makro Sektoral
Dilihat secara makro sektoral keindustrian struktur
ekonomi Indonesia sesungguhnya belum sejati, masih sangat dini. Keindustriannya
barulah berdasarkan kontribusi sektoral dalam membentuk produk domestik bruto
atau pendapatan nasional. Keindustrian yang ada belum didukung dengan dengan
kontribusi sektoral dalam menyerap tenaga atau angkatan kerja. Apabila
kontribusi sektoral dalam menyumbang pendapatan dan dalam menyerap pekerja ini
dihadapkan atau diperbandingkan, maka struktur ekonomi Indonesia secara makro
sektoral ternyata masih dualistik. Mengapa? Karena dari segi penyerapan tenaga
kerja, sektor pertanian hingga saat in masih merupakan sektor utama sumber
kehidupan rakyat.
Jadi, ditinjau secara makro sektoral struktur ekonomi
Indonesia sesungguhnya masih dualistis. Sumber mata pencaharian utama sebagian
besar penduduk masih sektor pertanian. Dalam kaitan ini berarti struktur
tersebut masih agraris. Tergantung dari sektor mana yang
menjadi tulang punggung (dominan). Bisa berstruktur agraris, industrial, dll.
2.
Tinjauan Keruangan (spasial)
Berstrutur kedesaan/ teknologi
tradisional. Berstruktur perkotaan/ teknologi modern.
3.
Tinjauan penyelenggaraan kenegaraan
Berstruktur etatis, egaliter,atau
borjuis. Tergantung pada siapa atau kalangan mana yang menjadi pemeran utama
dalam perekonomian. Apakah pemerintah, rakyat, atau pemilik modal dan usahawan
(kapitalis)
4.
Birokrasi Pengambilan
Berstruktur ekonomi yang sentralis
dan desentralis.
Tinjauan
Lain
Berdasarkan tinjauan birokrasi pengambilan
keputusannya, beralasan untuk mengatakan bahwa struktur perekonomian Indonesia
selama era pembangunan jangka panjang tahap pertama sentralistis, pembuatan
keputusan lebih banyak ditetapkan oleh pemerintah pusat atau kalangan atas
pemerintah, apalagi rakyat dan mereka yang tidak memiliki access ke pemerintah.
Lebih cenderung menjadi pelaksana atau sekedar sebagai pendengar. Mengapa
struktur birokrasi pengambilan keputusan yang sentralistis ini terpelihara
rapi, alasannya adalah karena budaya atau kultur masyarakat Indonesia yang
parernalistik.
Struktur ekonomi yang etatis, berkaitan erat. Argumentasi
yang sering dijadikan legimitasinya adalah karena, sebagai sebuah negara
berkembang, kita baru memulai proses panjang perjalanan pembangunan. Dalam
kondisi seperti itu, diperlukan peran sekaligus dukungan pemerintah sebagai
agen pembangunan, sehingga menjadikannya sentralistis. Namun demikian patut
dicatat, sejak awal era pembangunan jangka panjang tahap kedua struktur ekonomi yang etatisdan sentralistis
ini mulai berkurang kadarnya. Keinginan untuk desentralisasi dan demokratisasi
ekonomi kian besar akhir-akhir ini.
Struktur ekonomi yang tengah kita hadapi saat ini
sesungguhnya merupakan suatu struktur yang transisional. Kita sedang beralih
dari struktur yang kedesaan/tradisional ke kotaan/modern, sementara dalam hal
birokrasi dan pengambilan keputusan mulai desentralistis.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pendapatan nasional negara Indonesia
bila dibandingkan dengan negara lain yang sudah maju masih tergolong rendah.
Indonesia belum bisa menaikkan pendapatan nasional karena faktor-faktor
tertentu. Jika pendapatan penduduk Indonesia sudah menuju ke tingkat yang
sejahtera, maka perumbuhan ekonomi akan meningkat dan nantinya bisa berpengaruh
terhadap pembangunan, dan merubah struktur perekonomian ke arah yang lebih baik
dan meningkat.
Penghitungan pendapatan nasional
Indonesia dimulai dengan Produk Domestik Bruto. PDB itu sendiri sebagaimana
diketahui dapat dihitung atau diukur dengan tiga macam pendekatan yaitu: (1)
pendekatan produksi; (2) pendekatan pendapatan; (3) pendekatan pengeluaran.
Setiap tahun, PDB senantiasa lebih besar daripada PNB. Hal ini mencerminkan
nilai produk orang asing di Indonesia lebih besar daripada produk orang
Indonesia di luar negeri bagi negara-negatra maju, PNB mereka biasanya lebih
besar daripada PDB-nya. Pertumbuhan ekonomi yang dihitung dari angka-angka di
atas dihitung berdasarkan angka kenaikan PDB. Bukan semata-mata kenaikan produk
atau pendapatan secara makro. Pertumbuhan ekonomi itu juga telah menaikkan
pendapatan perkapita masyarakat.
Dalam ruang lingkup ASEAN, Indonesia
termasuk lebih tinggi daripada sebagian negara ASEAN pada tahun 1993.