Sejarah Jepang
BAB
I
PENDAHULUAN
![]() |
jepang |
A.
Latar Belakang
Berbicara sejarah Jepang, Jepang
adalah sebuah negara kepulauan di Asia Timur. Letaknya di ujung barat Samudra Pasifik, di sebelah timur Laut Jepang, dan bertetangga dengan Republik Rakyat Cina, Korea, dan Rusia. Pulau-pulau paling utara berada di
Laut Okhotsk, dan wilayah paling selatan berupa kelompok pulau-pulau
kecil di Laut Cina Timur, tepatnya di sebelah selatan Okinawa yang bertetangga dengan Taiwan.
Jepang
terdiri dari 6.852 pulau yang membuatnya merupakan suatu kepulauan. Pulau-pulau utama dari utara ke selatan adalah Hokkaido, Honshu (pulau terbesar), Shikoku, dan Kyushu. Sekitar 97% wilayah daratan Jepang berada di keempat pulau
terbesarnya. Sebagian besar pulau di Jepang bergunung-gunung, dan sebagian di
antaranya merupakan gunung berapi. Gunung tertinggi di Jepang adalah Gunung Fuji yang merupakan sebuah gunung berapi. Penduduk Jepang
berjumlah 128 juta orang, dan berada di peringkat ke-10 negara
berpenduduk terbanyak di dunia. Tokyo secara de facto adalah ibu kota Jepang, dan berkedudukan sebagai sebuah prefektur. Tokyo Raya adalah sebutan untuk Tokyo dan beberapa kota yang berada di
prefektur sekelilingnya. Sebagai daerah
metropolitan terluas di dunia, Tokyo Raya berpenduduk lebih dari 30 juta orang.
Sebagai negara maju di bidang ekonomi, Jepang memiliki produk
domestik bruto
terbesar nomor dua setelah Amerika Serikat, dan masuk dalam urutan
tiga besar dalam keseimbangan
kemampuan berbelanja.
Jepang adalah anggota Perserikatan
Bangsa-Bangsa,
G8, OECD, dan APEC. Jepang memiliki kekuatan militer
yang memadai lengkap dengan sistem pertahanan moderen seperti AEGIS serta suat
armada besar kapal perusak. Dalam perdagangan luar negeri, Jepang
berada di peringkat ke-4 negara pengekspor
terbesar dan
peringkat ke-6 negara pengimpor
terbesar di dunia.
Sebagai negara maju, penduduk Jepang memiliki standar hidup yang tinggi (peringkat ke-8 dalam Indeks Pembangunan Manusia) dan angka harapan hidup tertinggi
di dunia menurut perkiraan PBB. Dalam bidang teknologi, Jepang adalah negara
maju di bidang telekomunikasi, permesinan, dan robotika.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
upaya membangun Negara Jepang?
2.
Bagaimanakah
sejarah politik di Jepang?
3.
Bagaimanakah
pergerakan demokrasi di Jepang?
4.
Bagaimanakah
kondisi masyarakat di Jepang?
C. Tujuan
1.
Mengetahui
upaya membangun Negara Jepang
2.
Mengetahui
sejarah politik di Jepang
3.
Mengetahui
pergerakan demokrasi di Jepang
4.
Mengetahui
kondisi masyarakat di Jepang
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Upaya
untuk Membangun/Mengembangkan Negara Jepang
Demi mengejar ketertinggalannya dari bangsa Eropa, Kaisar Meiji melakukan
perubahan besar-besaran di Jepang yang dikenal dengan restorasi Meiji. Kaisar
Mutsuhito atau Tenno Meiji yang mengambil alih pemerintahan jepang dari tangan
shogun mulai melakukan perbaikan-perbaikan untuk mengejar ketertinggalan
Jepang. Ia mendeklarasikan sumpah setia yang merumuskan lima hal utama yang
harus dicapai oleh Jepang, yaitu:
1.
Akan
dibentuk parlemen
2.
Seluruh
bangsa harus bersatu untuk mencapai kesejahteraan
3.
Adat
istiadat yang kolot dan menghalangi kemajuan jepang harus dihilangkan
4.
Semua
jabatan terbuka untuk siapa saja
5.
Mendapatkan
ilmu pengetahuan sebanyak mungkin untuk pembangunan Negara.
Pembaruan atau restorasi yang dilakukan oleh Tenno Meiji ini mencakup
berbagai aspek mulai dari politik, ekonomi, pendidikan dan militer. Dari segi
politik, Kaisar Meiji memindahkan ibukota Jepang yang semula di Kyoto ke Tokyo,
mengesahkan Hinomaru sebagai bendera nasional dan Kimigayo sebagai lagu
kebangsaan, dan restrukturisasi jabatan Dainyo menjadi Pegawai Negeri dan para
Samurai sebagai Tentara Nasional. Bidang ekonomi, Jepang menggiatkan sektor
perdagangan dan industri dengan politik Dumping yang secara efektif membuat
ekonomi jepang mampu bersaing di kancah internasional. Sektor pendidikan,
jepang menggunakan sistem barat dan mewajibkan penduduk jepang usia 6-14 tahun
untuk mendapatkan pendidikan gratis. Pembaharuan bidang militer turut menjadi
perhatian dengan mencontoh Jerman untuk Angkatan Darat, dan Inggris diangkatan
Lautnya meski tetap memasukkan pada prinsip Bushido patriotik Jepang.
B. Sejarah
Politik Jepang
Sistem-sistem
politik yang berlaku di Jepang dapat dilihat dari sistem politik tradisional
yang berpusat pada sistem klen, yakni sistem yang berlaku sebelum terbentuknya
negara Jepang purba pada zaman Yamato. Terbentuknya negara Jepang purba, adalah
sebagai akibat lahirnya sistem politik yang berpusat pada klen-klen penakluk
yang mengasosiasikan dirinya dengan dewa, apa yang dikenal dengan sistem Tenno
purba.
Sistem Tenno
purba semakin pudar akibat kekuasaan politik yang diambil alih oleh
kepala-kepala klen yang pada mulanya merupakan pembantu Tenno dalam melaksanakan
sistem penguasaan. Dalam proses sejarah yang cukup lama, para kepala klen ini
kemudian muncul sebagai golongan bangsawan yang mengendalikan kekuasaan politik
selama zaman Nara dan zaman Heian.
Kelahiran
golongan militer (samurai)
pada akhir zaman Heian adalah sebagai akibat persaingan antara golongan
bangsawan itu sendiri. Mereka mempersenjatai kaum tani untuk mempertahankan tanah yang merupakan pusat
kekuasan politik dan ekonomi mereka masing-masing.
Pada masa
Muromachi Bakufu di Kyoto, para penguasa militer melaksanakan kekuasaan politik
atas nama Tenno, bersama-sama dengan golongan bangsawan istana (kuge). Tetapi
ambisi berlebihan golongan militer terhadap sistem penguasaan politik
mengakibatkan kemelut politik yang meletus sebagai perang antarbangsawan atau
tuan tanah daerah selama kurang 100 tahun
yang dikenal dengan Sengoku Jidai.
Integrasi
nasional sudah terwujud setelah Oda Nobunaga dan Toyotomi Hideyoshi berhasil
menyatukan seluruh Jepang. Untuk selanjutnya keluarga militer Tokugawa
memerintah Jepang selama lebih kurang 260 tahun dalam suatu pemerintahan rezim
militer secara turun temurun. Kebijaksanaan politik utama yang dilakukan
Tokugawa pada masa pemerintahannya adalah melaksanakan politik penutupan negara,
guna mempertahankan stuktur
pemerintahan feodal
militer.
Konsep
pemerintahan dan hukum yang dilaksanakan di Jepang sampai akhir zaman Edo,
jelas adanya sistem politik model Cina, khususnya sistem pemerintahan
tersentralisasi model Tang, yang mulai diperkenalkan di Jepang sejak zaman Nara.
Agama Budha,
Kristen, dan ajaran Konfusianisme yang semuanya dari luar dieksploitasi oleh
penguasa feodal atau militer, dalam rangka menegakkan lembaga-lembaga hukum dan
pemerintahan. Dengan demikian, akhirnya agama pada kurun waktu tertentu
dipisahkan dengan negara apabila dianggap menimbulkan ancaman terhadap sistem
politik, dan pada kurun
waktu tertentu dilindungi oleh negara sebagai upaya untuk memperkuat
legitimasi, penguasa politik.
Sistem ekonomi
yang berbasiskan ekonomi pertanian tradisional, merupakan tulang punggung
ekonomi Jepang yang merupakan basis zaman feudal. Peranan-peranan pengelola
ekonomi semakin jelas bersamaan dengan terbentunya kelas-kelas masyarakat
Jepang yang mencapai puncaknya pada zaman Edo.
Sistem kelas
sosial yang ditetapkan pada masa awal pemerintahan Tokugawa didasarkan
atas ajaran Konfusionisme Cina, yang
membagi masyarakat dalam empat kelas yang dikenal dengan Shi-no-ko-sho
(militer, petani, pengrajin, dan pedagang). Pada masa perang saudara 100tahun,
kelas-kelas petani semakin kuat posisinya, walaupun tetap merupakan golongan
masyarakat kelas dua pada masa feudal.
Pemikiran-pemikiran
dari kaum Budhis Konfusian, dan pengaruh ilmu barat mendasari terbentuknya
kebudayaan Jepang, setelah
melalui proses akulturasi,
adaptasi, dan sintesis dengan kebudayaan “asli”. Pemikiran-pemikiran yang
berasal dari luar ini pun pada suatu kurun waktu tertentu ditolak, atau
dilindungi penguasa. Terbentuknya pemikiran Jepang “modern” adalah sebagai
akibat dari krisalisasi pemikiran-pemikiran yang diadopsi Jepang, khusunya
sejak zaman Edo. Ditinjau dari proses sejarah Jepang yang panjang, dapat
dikatakan bahwa orientasi budaya termasuk di dalamnya orientasi politik, hukum,
dan struktur negara berkiblat pada sistem budaya Cina khusunya pada pertengahan
awal, orientasi kebudayaan Eropa dan zaman Meiji, serta orientasi kebudayaan
Amerika sejak Jepang kalah dalam PD II. Namun, orientasi budaya ini berjalan
selektif, sehingga institusi-institusi politik, hukum, dan kenegaraan selalu
disesuaikan dengan pemikiran-pemikiran dan nilai-nilai budaya local genius
Jepang.
Proses-proses
tersebut amat jelas dalam sejarah Jepang
dari satu kurun waktu yang satu ke kurun waktu yang lainnya. Sebagai contoh,
terbentuknya negara Jepang modern pada zaman Meiji, adalah sebagai akibat
menangnya pemikiran tradisional yang berpusat pada studi nasional (koku-gaku),
dengan dikembalikannya kekuasaan politik tertinggi kepada Tenno (Kaisar),
walaupun institusi politik, hukum, konstitusi, meniru model negara maju eropa.
Prinsip negara besar yang diilhami oleh pemikiran Jerman, Otto Von Bismarck,
Undang-undang Dasar model Prusia, hukum pidana dan perdata model Prancis dan
sistem parlemen model Inggris diterapkan sejak zaman Meiji, setelah disesuaikan
dengan kepentingan Jepang.
Sistem ekonomi
yang diterapkan di Jepang pada zaman Meiji pada mulanya bertujuan menyaingi
sistem ekonomi kapitalis Barat yang mulai merentangkan kekuasaannya ke Asia
Timur dan Asia Tenggara, sebagai salah satu dampak Revolusi Industri di Eropa.
Esensi modernisasi Jepang terletak pada berhasilnya Jepang menerapkan sistem
ekonomi kapitalis Barat yang didukung oleh sistem pemerintahan olegarki.
Pesatnya industrialisasi Jepang sejak zaman Meiji, karena industrialisasi
didukung oleh industry militer dan perlengkapan perang, guna mewujudkan
cita-cita negara makmur dan militer kuat (Fukoku-Kyohei), dalam konstelasi
persaingan dengan kekuatan barat.
Masalah-masalah
sosial muncul sebagai dampak pertumbuhan ekonomi kapitalis. Kondisi ini sering
diungkapkan oleh para sejarawan bahwa “Industrialisasi Jepang berhasil karena
dibayar oleh kemiskinan rakyatnya”.
Pada masa
terbentuknya kapitalisme Jepang yang dilambangkan dengan terbentuknya monopoli
modal oleh pemerintah dan sasta pada masa Perang Dunia I, boom ekonomi di satu
pihak, disertai dengan kesenjangan sosial pihak lain. Untuk keluar dar
problematik tersebut, lahirlah pemikiran-pemikiran ekspansionistik, baik
radikal maupun lunak, ke luar negeri.
Kurun waktu
antara 1900-1914 adalah masa persiapan Jepang menghadapi kekuatan-kekuatan
Barat. Perang Jepang-Rusia (1904-1905), penaklukan Korea (1910), adalah
langkah-langkah Jepang di dalam berhadapan dengan negara-negara Barat. Jepang
mengikuti Perang Dunia I karena Jepang perlu pasar di luar negeri guna
melemparkan hasil-hasil produksi yang berlimpah, sebagai akibat revolusi
industrinya yang telah dilaksanakan sejak tahun 1880-an. Selin itu, Jepang juga
menglami masalah penduduk dan lapanga kerja, termasuk masalah kemiskinan yang
sulit dipecahkan. Kondisi ini nyaris meletupkan api revolusi di dalam negeri
yang mulai dihembuskan oleh kelompok sosialis, anarkis, dan kaum sindikalis
yang telah dijangkiti ajaran-ajaran radikal Revolusi Prancis dan kemudian
Revolusi Rusia.
Sebagai akibat
dari struktur pemerintahan absolute yang berpusat pada Tenno dan didukung oleh
sistem birokrasi yang aligarkis, maka gerakan demokrasi mewarnai sejarah Jepang
sampai berakhirnya Perang Dunia I. gerakan demokrasi tidak dapat dipisahkan
dengan pertentangan-pertentangan ideology menyangkut national polity. Gerakan
demokrasi ditandai oleh gerakan pemikiran oleh kelompok intelektual, gerakan
sindikalis oleh kaum buruh, tani, dan gerakan hak pilih umum oleh kaum wanita,
tani, buruh, dan mahasiswa.
Masalah
demokrasi tersebut tidak dapat diselesaikan secara tuntas, sehingga terjadilah
perubahan radikal dalam arah sjarah Jepang, yakni mnculnya gerakan-gerakan
fasis dan militerisasi sejak tahun 1920an. Goncangan-goncangan hamper merupakan
akibat pergantian generasi Meiji ke generasi Taisho. Pelopor Restorasi Meiji
yang mengendalikan pemerintahan oligarki sebagian besar telah pension atau
meninggal dunia.
Pertentangan
antara kaum sipil dengan kaum militer adalah sebagai akibat “perebutan posisi”
dalam alih generasi tersebut. Namun, kaum sipil yang mendengungkan demokrasi,
tidak dapat menarik simpati rakyat banyak dalam bentuk gerakan partai politi,
akibat kiblat partai politik yang sifatnya elitis dan membela kepentingan kaum
kapitalis. Di samping itu, partai-partai politik radikal revolusioner beraliran
marxis, hampir tidak mendapat dukungan seluruh rakyat, akibat tindakan-tindakan
kekerasan dan anarkis mereka.
Dalam kondisi
inilah posisi kaum militer khususnya para perwira menengah yang mendapat
dukungan kelompok ultranasionalis
semakin kuat. Puncak perubahan sejarah Jepang akhirnya terjadi pada tahun 1931,
ketika tentara Kwantung suatu divisi militer Jepang yang ditempatkan di
Manchuria menyerang Manchuria, sebagai ekor krisis dunia pada tahun 1929.
Ekspansi Manchuria akhirnya meluas sebagai perang Jepang-Cina, yang
mengantarkan Jepang terlibat dalam perang
Pasifik dan Perang Dunia II. Disusul pendudukan Jepang atas
negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Kekalahan Jepang
dalam PD II, mengakhiri militerisme dan fasisme Jepang, disusul dengan
pendemokrasian oleh tentara pendudukan sekutu di bawah komandn General Head
Quorter Jenderal Douglas MacArthur. Masa pendudukan dikenal dengan masa
pendemokrasian, baik di bidang politik, ekonomi, maupun sosial. Sebagai symbol
pendemokrasian adalah ditetapkannya Undang-Undang Dasar Negara Jepang pad tahun
1947. Sejak itu, mulailah berlaku institusi politik model Amerika., dan konsep
negara besar di bawah pengaruh pemikiran Bismarck dan Undang-Undang Meiji yang
mendapat pengaruh Prusia diganti dengan pemikiran negara demokrasi, damai, dan
bersahabat dengan semua bangsa.
Perang dingin
yang meletus setelah berakhirnya PD II, terpaksa mengubah kebijaksanaan
“demiliterisasi”Amerika atas Jepang, dalam upaya menghadapi ancaman kekuatan
komunis. Symbol demiliterisasi adalah perjanjian pertahanan dan keamanan
Jepang-Amerika yang ditandatangani pada tahun 1951 di San Fransisco.
Kabinet-kabinet partai politik, terutama
Partai liberal demokrat
terbentuk pada tahun 1955, merupakan tulang punggung pelaksanaan mekanisme
demokrasi sistem parlementer. Pertarungannya dengan partai-partai oposisi
seperti Partai Sosialis Jepang, Partai Komunis Jepang, Partai Pemerintah Bersih
(Komeito), Partai Sosialis Demokrat, dan partai-partai kecil lainnya merupakan
cermin nyata kehidupan demokrasi Jepang di bawah sistem Undang-undang Dasar aru
tersebut.
Pertumbuhan
ekonomi Jepang yang sangat tinggi sejak tahun 1950-an, adalah sebagai akibat
sampingan dari pembendungan Komunis dari Amerika Serikat yang menciptakan
kondisi dimana Jepang berada pada posisi keberuntungan sebagai penerima “boom
ekonomi” akibat perang Korea (1950-1953).
Kemajuan
ekspansi ekonomi dan industry Jepang ke luar Negeri sejak tahun 1960an,
mendatangkan masalah tersendiri bagi Amerika yang diwarnai dengan friksi
ekonomi antara AS-Jepang sejak akhir dasawarsa 1970 sampai dewasa ini. friksi
ekonomi tersebut, tidak dapat dipisahkan dengan masalah Jepang-AS yang
dituangkan dalam perjanjian keamanan dan perdamaian Jepang-AS (Nichibei Anpo
Joyaku). Demikianlah, dunia masih tetap memperhatikan bagaimana usaha Jepang
dan AS di dalam menyelesaikan masalah ekonomi tersebut.
C.
Pergerakan
Demokrasi Jepang (Jiyu Minken Undo)
Permulaan
“Gerakan Demokrasi” (Jiyu minken undo) pada zaman Meiji adalah suatu proses
tahap permulaan dari pengenalan pemikiran demokrasi di Jepang. Proses ini lahir
dalam masa transisi masyarakat feudal ke dalam masyarakat “modern”. Dalam masa
transisi ini terjadi perbauran antara unsur-unsur modern dengan tradisi yang
mengakibatkan perubahan yang dihasilkan di dalam masyarakat. Transisi ini
mencerminkan keadaan tahap permulaan pemikiran demokrasi, sebagai dampak
lansung dari bunmei kaika (peradaban
dan pencerahan).
“Gerakan
Demokrasi” pada zaman Meiji adalah sebagai akibat dari keresahan sebagian masyarakat,
karena modernissi yang dilakukan oleh pemerintah Meiji dipaksakan secara cepat
dari atas. Sebagian masyarakat menerima modernisasi ini secara ekstrim,
sebagian menerima secara ragu, dan sebagian belum dapat menerima. Oleh karena
itu, terjadilah konflik-konflik social, Ekonomi maupun politik di dalam
masyarakat. Konflik-konflik ini pada mulanya dimulai dari dalam pemerintahan
oligarki sendiri, yang akhirnya meluas ke seluruh lapisan masyarakat kemudian
menjelma sebagai pertentangan-pertentangan pemikiran, ideologi bahkan
pemberontakan bersenjata yang berskala nasional.
Institusi-intitusi
yang lahir di Jepang setelah restorasi Meiji adalah perbauran antara institusi
modern dengan institusi tradisional. Undang-undang Dasar Meiji adalah contoh
dari institusi yang bersifat ambivalen ini. Bahkan ketradisionalan yang tampak
di dalam undang-undang Dasar ini adalah “kedaulatan kaisar”, seperti yang
diinginkan oleh sebagian para pelopor restorasi Meiji. Bagaimanapun demokrasi
tidak dapat hidup dalam kondisi masyarakat, diman rakyat Jepang tidak dianggap
sebagai warga Negara yang punya hak suara, melainkan sebagai “pengikut” kaisar
(“subject”) yang pada Zaman Meiji disebut shinmin
yang artinya sama dengan kerai yakni
pengikut yang sangat patuh dan berbakti kepada daimyo, pada Zaman Tokugawa. Ini tertulis dengan jelas dalam
undang-undang Dasar Meiji.
Proses “Gerakan
Demokrasi” di Jepang khususnya pada zaman Meiji, dapat disimpulkan sebagai
berikut:
I.
Proses kelahiran
a. Proses
berakhirnya masa isolasi dan masuknya pemikiran dan ideology “demokrasi” Barat,
bersamaan dengan Bunmei Kaika
(Peradaban dan pencerahan)
b. Proses
perpecahan pemerintahan oligarki diawli dengan masalah Korea, dimana sebagian
Oligarki yang keluar dari pemerintahan menyerang pemerintah dengan konsep
“Demokrasi”. Kepentingan kegubernuran dan kedaerahan sangat mewarnai
pertentangan-pertentangan berikutnya.
c. Proses
kebijaksanaan pemerintah untuk menjalankan modernisasi negeri secara cepat
dengan mengorbankan kepentingan-kepentingan sebagian masyarakat. Hal ini dapat
dilihat dalam kebikajsanaan pajak tanah dan wajib militer.
II.
Proses meningkatnya “Gerakan Demokrasi”
a. Proses
ini dipimpin oleh golongan bekas “samurai” (shizoku
Minken) yang terdiri dari golongan samurai
cendekiawan antara lain Itagaki Taisuke yang telah terpengaruh akan
ajaran-ajaran Rouseau dan John Stuart Mill. Golongan ini keluar dri
pemerintahan karena kehendak mereka untuk menyerang Korea, ditolak oleh
sekelompok menteri yang mengutamakan pebangunan ekonomi dalam negeri. Mereka
kemudian membentuk Aikokukoto (Partai
umum pecinta tanah air) yang disusul dengan petisi Itagaki Taisuke dan
kawan-kawannya mengenai pembentukan Parlemen berdasarkan Pemilihan Umum (Minsen
Giin Setsuritsu Kempaku-sho). Proses selanjutnya adalah Pembentukan Risshisha (masyarakat berdikari) yang
awalnya bergerak dibidang ekonomi, untuk menolong para “bekas samurai” yang
keadaan ekonominya sangat buruk. kemudian menjadi perkumpulan politik, sebagai
wadah pembicaraan-pembicaraan politik dan masalah-masalah social. Organisasi
ini mempunyai tujuan meningkatkan pengetahuan politik masyarakat. Organisasi
ini berkembang sebagai gerakan Partai politik, dengan kampanye-kampanye
politiknya. Kegiatan-kegiatan terpenting Risshisha
adalah:1) Mendirikan sekolah-sekolah untuk golongan “bekas samurai”. 2)
Mendirikan perusahaan-perusahaan yang menjamin penghidupan mereka. 3)
Mengadakan pidato-pidato serta diskusi secara terbuka. 4) Membentuk badan-badan
penyelidikan hukum.
b. Peranan
surat-surat kabar sebagai alat komunikasi massa dan penyebar pemikiran “Gerakan
Demokrasi” membangkitkan kesadaran rakyat untuk berpartisipasi dalam bidang
politik.
c. Perlawanan-perlawanan
“petani kaya” (Gono) pada hakekatnya
adalah sebagai konsolidasi kekuatan dalam “Gerakan Demokrasi”
1) Perlawanan-perlawanan
petani ini adalah sebagai akibat dari keadaan social ekonomi yang buruk.
Perlawanan-perlawanan keras dipimpin oleh kelompok-kelompok radikal dari
tokoh-tokoh “Gerakan Demokrasi”.
2) Perlawanan-perlawanan
ini ditekan sangat keras oleh pemerintah.
3) Salah
satu motif dari perlawanan-perlawanan ini adalah mereka berpegang teguh kepada
sistem otonomi daerah (provincialism)
dengan kata lain menentang sisem sentralisasi pemerintahan, yang melahirkan
pemerintahan absolute dan pemerintahan klik.
III.
Proses Memuncaknya “Gerakan Demokrasi”
a. Terjadinya
korupsi/penyelewengan-penyelewengan dalam pemerintahan, seperti terlihat dalam
Peristiwa penjualan barang-barang milik kolonialisasi Hokkaido (Hokkaido kaitakusi kanyubutsu harai/sage
jiken).
b. Pembubaran
Jiyu-to dan lahirnya kelompok radikal
yang menjelma sebagai perlawanan-perlawanan petani radikal di Fukushima dan
Chichibu, dan daerah-daerah lain yang ipelopori oleh golongan petani miskin (Nomin Minken).
IV.
Proses kemunduran
a. Proses
yang diakibatkan oleh penumpasan-penumpasan “Gerakan Demokrasi” oleh pemerintah
secara intensif.
b. Kelahiran
Daido Danketsu yang identik dengan
kelahiran partai-partai politik kompromistis yang kahirnya menerima
Undang-undang Dasar Meiji.
c. Memundurnya
identitas pemikiran “Gerakan Demokrasi” akibat sikap agresif dan kolonialistis,
imperialistis para pendukungnya terhadap Negara-negara Asia, seperti terlihat
dalam sikapnya terhadap Korea dan Cina.
V.
Proses Kebuntuan
Lahirnya
Undang-undang Dasar Meiji yang memusatkan kedaulatan pada kaisar, yang
membatasi dengan keras hak-hak “demokrasi”. Seperti Undang-undang pemilihan
Umum pada zaman Meiji membentuk hak pilih yang sangat terbatas kepaa penduduk
dimana yang memiliki hak pilih adalah semua orang laki-laki diatas 25 tahun dan
yang membayar pajak langsung sekurang-kurangnya 15 yen. Serta tidak adanya kokumin (Warga Negara), yang ada hanya Shinmin (pengikut).
Kegagalan-kegagalan
“Gerakan Demokrasi” pada Zaman Meiji ini, bukan hanya semata-mata karena
tekanan pemerintah, tapi juga karena kegagalan para pemimpinnya sendiri. Kerang
terorganisasinya gerakan-gerakan dan disusul dengan perpecahan-perpecahan
dikalangan pemimpin akibat kepentingan-kepentingan yang saling berbeda. Adapun
karakteristik dari “Gerakan Demokrasi pada Zaman Meiji ini adalah sangat
variable. Seperti dalam proses I dan II adalah ditandai oleh “Gerakan Demokrasi
Borjuis”. Sedangkan dalam proses III sangat menonjol ciri-ciri “Gerakan
Demokrasi Proletar”. Dalam proses IV dan V, muncul “Kebuntuan Gerakan
Demokrasi” akibat ditegakannya institusi-institusi yang merupakan reprodiksi
ola tradisional yang feodalistis.
Bagaimanapun
juga, kegagalan “Gerakan Demokrasi” (Jiyu
Minken Undo) pada Zaman Meiji, memberi sumbangan yang sangat besar bagi
perkembangan pemikiran demokrasi pada Zaman Taisho, maupun Jepang masa kini.
Dalam hal ini minimal benih-benih pemikiran demokrasi telah ditanamkan sejak
Zaman Meiji.
Nilai-Nilai
yang dapat diambil:
Perjuangan untuk
suatu masyarakat demokratis memerlukan waktu yang sangat lama dan pengorbanan
yang luar biasa besarnya. Dan yang terpenting demokrasi tidak akan dapat
diwujudkan tanpa perjuangan dan pengorbanan indiidu, masyarakat yang
menginginkan masyarakat demokratis. Demokrasi Jepang saat ini, bukanlah lahir
akibat momentum sejarh, tetapi lahir akibat proses sejarah yang panjang yang
telah dimulai ssejak Zaman Meiji. Karena demokrasi ini lahir di dalam sejarah
Jepang, hanya di Jepanglah dijumpai demokrasi model Jepang, yang pada hakekatnya
mencerminkan keseluruhan struktur masyarakat dan sistem politik Jepang.
D. KONDISI
MASYARAKAT JEPANG
I.
Struktur
penduduk dan sosial
a.
Perubahan
demografi
Penduduk jepang pada jaman restorasi Meiji berjumlah
sekitar 34 juta jiwa. Setelah itu penduduk bertambah secara pesat setelah
adanya larangan pertumbuhan penduduk oleh Tokugawa dihapuskan. Pada tahun 1945
penduduk jepang berjumlah 72 juta mencapai 80 juta pada tahun 1948. Hal itu
sebagai akibat dari baby boom dan
kembalinya tentara-tentara dan orang lain ke tanah air yang sebelumnya berada
diluar negeri. Untuk membaasi pertumbuhan penduduk itu, pemerintah mengadakan
penghapusan Undang-undang Perlindungan Kelahiran pada tahun 1952,melonggarkan
larangan-larangan pengguguran kandungan. Sesudah itu angka kelahiran terus
menurun ( tahun 1955 : dibawah 20 perseribu ). Namun angka kematian juga
menurun, sehingga pertambahan sesungguhnya terus terjadi sekitar 10 per seribu,
dengan angka-angka lebih rendah dalam beberapa tahun. Pada tahun 1956 penduduk
meningkat sampai 90 juta; sepuluh tahun kemudian, pada tahun 1967, jumlahnya
mencapai 100 juta, dan sensus tahun 100 juta, dan sensus tahun 1980 mencatat
117 juta.
Adanya
kesadaran tentang kepadatan penduduk itu berakibat mengurangnya kelahiran anak
secara cepat setelah baby boom sesudah perang. Antara tahun 1956 dan 1964 angka
rata-ata bersih kelahiran tahunan
penduduk wanita adalah kurang dari satu; kemudian angka itu meningkat, tatapi
sejak tahu 1975 angka itu menurun menjadi kurang dari satu kembali; angka ini
tidak cukup untuk mempertahankan jumlah pnduduk yang ada sekarang. Pengguguran
kandungan memainkan peranan besar dalam menurunnya kelahiran secara tajam itu.
Jepang
dengan jumlah penduduknya sekarang menempati urutan ketujuh di antara
negara-negara diseluruh dunia. Tetapi kepadatan penduduknya yang mencapai 314
jiwa per kilometer persegi menemptkannya pada urutan kelima setelah Bangladesh,
Kore, Belanda, dan Belgia. Kalau daerah-daerah pegunungan Jepang dihitung
secara tersendiri maka kepadatan penduduk di daerah-daerah pegununga itu jauh
lebih tinggi daripada di negeri-negeri Eropa Barat. Jepang masih merupakan
negeri yang terlalu padat penduduknya.
b.
Struktur
penduduk berdasarkan industri.
Diantara
orang-orang yang mendapatkan pekerjaan dengan memperoleh penghasilan memadai
pada zaman Restorasi Meiji, 80% atau lebih bekerja di bidang pertanian, dan
hanya 10% lebih sedikit bekerja dibidang perdagangan dan industri. Semudah itu
meskipun jumlah absolut penduduk daerah pertanian tidak berkurang, pertambahan
penduduk mengalir ke industri lainnya, dengan akibat terjaidnya penurunan
proporsi penduduk yang bekerja di bidang pertanian setiap tahun. Pada tahun
1934 angka itu sedikit kurang dari separuh; pada tahun 1940 angka itu merosot
menjadi di bawah 40%. Kerusakan industri akibat masa perang menyebabkan angka
perbandingan ini meningkat lagi, dan selama waktu tertentu sesudah perang angka
itu melebihi 45%. Peduduk di bidang industri primer mencapai 53%-nya penduduk
yang bekerja. Tetapi ketika ekonomi meninggalkan taraf pemulihan meuju
pertumuhan, penduduk di bidang pertanian merosot hingga 40%, lebih rendah
daripada sebelum perang, dan angka perbandingan ini terus merosot tahn demi
tahun.
Susunan industri manufaktur telah mengalai
perumbuhan paling menonjol. Telah terjadi perubahan-perubahan yang
mencolokdalam susunannya bla dilihat berdasarkan jenis-jenis ndustri pada
tahun-tahun belakanan ini. Industri-industri itu mengalami perluasan menonjol
terutama disebabkan oleh meningkatnya investasi di pabrik-pabrik serta
meningkatnya permintaan. Tetapi tidaklah berati bahwa industri secara
keseluruhan telah mencapai bentuk modernisasi yang seimbang. Pertumbuhan yang
luar biasa itu meningkatkan Jepang dari peringkat keenam atau ketujuh dalam GNP
yang berati setingkat dengan Itali, ke peringkat ketiga sesudah Amerika Serikat
dan Uni Soviet hanya dalam waktu sepuluh tahun. Pertumbuhan ini tidak hanya
menghancurkan lingkungan tetpi juga enimbulkan ketegangan pada perkembangan
masyarakat, yang mnimbulkan masalah-masalah baru sekarang ini.
II.
Masyarakat
Kota
a.
Meningkatnya
kota-kota dan pertumbuhan kota
Kota-kota
modern di Jepang telah berkembang secara khas sebagai kota0kota konsumen, yang
berevolusi dari kota-kota benteng di zaan Tokugawa menjadi ibu-ibu kota
perfektur setelah Zaman Restorasi Meiji. Sudah barang tentu terdapat kota-kota
yang baru saja berkebang yang sebelumnya merupakan desa-desa pertanian atau
perikanan pada zaman Tokugawa. Kota-kota Industri seperti Yawata, Kawasaki, dan
Hitachi, yang baru saja berkemang setelah zaman Restorasi Meiji, merupakan
contoh-contoh kota yang ocok pada pola itu. Yokohama, Niigata, Aomori, yang
berkembang menjadi kota-kota penting setelah pembukaan pelabuhan-pelabuhan
Jepang bagi perdagangan luar negeri, juga tumbuh menjadi ibu-ibu kota
perfektur.
Konsolidasi
kota-kota dan desa-desa setelah perang memperluas jangkauan kotapraja,
melipatgandakan jumlahnya, dan menciptakan kota-kota besr yang banyak
jumlahnya. Kota baru jenis lain mencakup kota-kota yang berkembang lebih
kamudian di daerah pingiran kota-kota besar sebagai akibat meningkatnya
penduduk secara mendadak di kota-kota kecil dan di kota-kota madya di daerah
metropolitan.
b.
Masyarakat
massa yang sedang berkembang
Masyarakat
modern berevolusi dari buyarnya masyarakat desa dan kota yang bersifat komunal
secara ketat. Manakal produksi di bawah sistem kapitalis berkembang,
orang-orang meninggalkan kota-kota dan desa-desa untuk bekerja dalam
pabrik-pabrik. Sementara ekonomu memasuki taraf kapitalis monopoli, semakin
banyak orang yang terlepas dari masyarakat desa yag terjalin ketat. Golongan
menengah lama mulai runtuh dan proporsi golongan menengah baru dan golongan
pekerja meninkat. Sementara golongan menengah baru itu mengembang dan mencakup
banyak penduduk dan semakin banyak buruh bekerja dalam pabrik-pabrik, maka baik
kelas pegawai maupun kelas buruh kasarmuncul sebagai massa yang terlepas dari
komunitas-komunitas tradisional. Kelompok ini meupakan persmaian bagi perubahan
menuju masyarakat massa. Ini terjadi slama tahun 1920-an antara zaman
“demokrasi Taisho” dan permulaan fasisme Jepang.
Masyarakat
massa di Jepang mencapai perkembangan penuh selama masa pertumbuhan ekonomi
sesudah perang. Masyarakat massa itu ditandai dengan ekonomi yang sangat maju
dan konsumsi massa, kelas pegawai dan buruh kasar tlah meningkat sagat besar,
ersamaan dengan penurunan tingkat pegusaha mandiri dan pekerja keluarga.
Perbedaan-perbeddaan antara pegawai dengan buruh kasar telah berkurang smenjak
perang. Kedua golongan itu tidak ada yang mempunyai harapan untuk memperoleh
jaminan sosial jangka panjang, tetapi keduanya empunyai penghasilan yang cukup
untuk membiayai konsumsi secara besar-besaran dalam masyarakat industri maju.
Pola
khas masyarakat massa di Jepang nampak paling menonjol di daerah-daerah
perkotaan yan padat penghuninya, tempat golongan menengah baru dan golongan
pekerja sangat meningkat dengan ceat. Ciri-ciri khas masyarakat massa, sekarang
merata pada banyak sektor penduduk. Kebanyakan keluarga petani mempunyai
pekerjaan lain selain pertanian dan keluarga-keluarga perkotaan dengan
perusahaan-perusahaan kecil juga bekerja sebagai buruh ditempat lain, sekadar
untuk mencari nafkah, kecenderungan untuk melakukan pekerjaan tambahan itu
telah memberikan dorongan lebih lanjut bagi bagi tersebarnya suasana masyarakat
massa.
BAB
III
PENUTUP
Demi mengejar ketertinggalannya dari bangsa Eropa, Kaisar
Meiji melakukan perubahan besar-besaran di Jepang yang dikenal dengan restorasi
Meiji. Kaisar Mutsuhito atau Tenno Meiji yang mengambil alih pemerintahan
jepang dari tangan shogun mulai melakukan perbaikan-perbaikan untuk mengejar
ketertinggalan Jepang. Ia mendeklarasikan sumpah setia yang merumuskan lima hal
utama yang harus dicapai oleh Jepang, yaitu:
1.
Akan
dibentuk parlemen
2.
Seluruh
bangsa harus bersatu untuk mencapai kesejahteraan
3.
Adat
istiadat yang kolot dan menghalangi kemajuan jepang harus dihilangkan
4.
Semua
jabatan terbuka untuk siapa saja
5.
Mendapatkan
ilmu pengetahuan sebanyak mungkin untuk pembangunan Negara.
Sistem Tenno
purba semakin pudar akibat kekuasaan politik yang diambil alih oleh
kepala-kepala klen yang pada mulanya merupakan pembantu Tenno dalam
melaksanakan sistem penguasaan. Kelahiran golongan militer (samurai) pada akhir zaman Heian adalah
sebagai akibat persaingan antara golongan bangsawan itu sendiri.
Sebagai akibat
dari struktur pemerintahan absolute yang berpusat pada Tenno dan didukung oleh
sistem birokrasi yang aligarkis, maka gerakan demokrasi mewarnai sejarah Jepang
sampai berakhirnya Perang Dunia I. gerakan demokrasi tidak dapat dipisahkan
dengan pertentangan-pertentangan ideology menyangkut national polity. Gerakan
demokrasi ditandai oleh gerakan pemikiran oleh kelompok intelektual, gerakan
sindikalis oleh kaum buruh, tani, dan gerakan hak pilih umum oleh kaum wanita,
tani, buruh, dan mahasiswa.
Kondisi masyarakat Jepang sebagai berikut: (1) kota-kota
besar ini sudah terlalupadat penduduknya dan karena tingginya harga tanah yang
disebabkan oleh kebijakan tentang tanah secara resmi yang kurang memadai,
kota-kota itu sudah menekati batas kemampuan menerima pertambahan penduduk. (2)
semua pusat perkotan regional tumbuh, tetapi pertumbuhan itu terutama meonjol
di daerah-daerah yang juga merupakan
kota-kota industri. (3) kota-kota industri lama mengembang, sementara ekonomi
tumbuh, dan kota-kota industri manufaktur yang baru, terutama di kawasan Pantai
Pasifik, termasuk kota yang tumbuh paling cepat. (4) Urbanisasi terjadi juga di
pinggiran kota-kota pusat regional, seperti di pinggiran kota-kota besar.
DAFTAR
PUSTAKA
Suradjaya, ketut
I. 1984. Pergerakan Demokrasi Jepang.
Jakarta: PT.
Karya Unipress.
Ishi, Ryosuke. 1989. Sejarah
Institusi Politik Jepang. Jakarta: PT. Gramedia.