MODEL-MODEL PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Disusun oleh:
Estililla
Rahayu 09416241042
Rr.
Ezry Muyasyaroh 09416241018
Arif Gunawan 09416241023
PENDIDIKAN IPS
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2009/2010
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdullilah,
Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan lancar.
Sholawat serta salam senantiasa tercurah
kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW sebagai sosok inspirasi tauladan
kami serta sahabat serta keluarga sampai akhir zaman.
Tak
lupa kita ucapkan terima kasih kepada:
- Saliman, M.Pd, selaku Kaprodi P.IPS,
- Widyaningsih, M.Pd, selaku dosen Sosio-Antropologi
Pendidikan,
- Kepada orangtua dan keluarga kami yang
telah memberi dukungan morak dan spiritual.
- Rekan-rekan yang telah memebantu dalam
penyelesaian makalah ini.
“Tiada gading yang tak retak”, kami sadari
dalam penyusunan makalah ini, masih jauh dari sempurna, maka dari itu kami
sangat mengharap kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini.
Kami selaku penyusun, berharap makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca dan khususnya kami sendiri. Amin
Wasalamu’alaikum
Wr. Wb
Yogyakarta,10
Maret2010
Hormat kami
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pengembangan
Pendidikan Multikultral dalam KTSP Motto “Bhineka Tunggal Ika” yang tercantum
dalam lambang negara kita sangat tepat dalam menggambarkan realita yang ada.
Data secara antropologis menunjukkan bahwa Indonesia memiliki lebih dari 300
suku bangsa yang memiliki keragaman sosial dan budaya. Kelompok-kolompok budaya
besar seperti Aceh, Batak, Minangkabau, Dayak, Jawa, Bugis-Makasar, Ambon,
Papua dan lain-lain adalah contoh dari keberagaman tersebut. Belum lagi kelompok-kelompok
budaya yang relatif lebih kecil dibanding dengan kelompok pendukung kebudayaan
sebelumnya. Dalam realita yang seperti ini maka pendidikan multikultur
merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dihindari. Pendidikan multikultural
merupaan pendidikan yang memberikan penekanan terhadap proses penanaman cara
hidup yang saling menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman
budaya hidup di tengah-tengah masyarakat dengan tingkat pluralitas yang tinggi.
Dalam konteks Indonesia yang sarat dengan kemajemukan, pendidikan ini memiliki
peran yang sangat strategis untuk dapat mengelola kemajemukan secara kreatif
(Ngainun naim dan Achmad Sauki, 2008: 191).
Pendidikan yang diharapkan mampu menghasilkan output yang
bisa menjawab tantangan zaman tidaklah mudah diwujudkan. Pendidikan adalah
proyek jangka panjang semua negara, tak terkecuali Indonesia. Pendidikan
manjadi standar dan tolok ukur seberapa jauh sebuah negara itu mampu bersaing
di dunia internasional.
Semakin baik mutu pendidikan yang dimiliki suatu negara,
maka negara tersebut semakin siap bersaing di kancah global. Begitu sebaliknya
semakin rendah mutu pendidikan suatu bangsa maka negara tersebut kian terpuruk
dan tersingkirkan dalam perhelatan dunia global.
B. RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimana sejarah model-model pendidikan
multicultural?
2.
Bagaimana perkembangan model-model pendidikan
mutikultural?
3.
Seberapa penting model-model pendidikan multicultural?
BAB II
PEMBAHASAN
Model-Model Pendidikan Multikultural
A. Sejarah
model-model pendidikan multicultural
Kita tahu bahwa selama kurun waktu 32 tahun negara ini
dibawah kekuasaan orde baru. Dimana selama kurun waktu itulah kemajemukan yang
dimiliki bangsa ini terkekang dan hanya diperkenalkan melalui simbol saja tanpa
menyentuh pada esensinya. Politik monokulturalisme yang dilaksanakan oleh
pemerintah orde baru atas nama stabilitas untuk pembangunan telah meniadakan
local cultural genius. Padahal sistem atas tradisi sosialkultural merupakan
kekayaan yang tidak ternilai harganya.
Lembaga pendidikan sebagai pembentuk karakter bangsa
mendapatkan tantangan tersebut. Bagaimana pendidikan bisa menjawab kebutuhan
masyarakat yakni meredam konflik dan membangun suasana kehidupan yang damai
antar kelompok, suku, ras dan agama. Itulah yang menjadi pertanyaan pokok
sebagai evaluasi kita bersama. Kebutuhan masyarakat yang heterogen adalah
kebutuhan untuk hidup damai dan rukun. Pada titik inilah diperlukan strategi
peberdayaan masyarakat dalam dinamika multikultural. Tawarannya adalah
kesadaran multikulturalisme yang dibangkitkan melalui pendidikan multikultural
di sekolah-sekolah.
Untuk konteks Indonesia, teori ini sejalan dengan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika. Secara normatif, semboyan tersebut memberi peluang kepada
semua elemen bangsa untuk mengapresiasikan identitas bahasa, etnik,
budaya dan agama masing-masing, dan bahkan diizinkan untuk mengembangkannya.
Dengan pengembangan model pendidikan berbasis multikultural
diharapkan mampu menjadi salah satu metode efektif untuk meredam konflik.
Selain itu, pendidikan multikultural bisa menanamkan sekaligus mengubah
pemikiran peserta didik untuk benar-benar tulus mengharagai keberagaman etnis,
agama, ras, dan golongan. Sebab problem penstrukturanmasyarakat yang heterogen
dalam sebuah wilayah daerah tidak bisa diselesaikan tanpa adanya pendidikan
multikultural.
Berpijak dari fakta di atas, maka pendidikan berbasis
multikultural menemukan titik urgensitasnya. Hadirnya pendidikan multikultural
di tengah-tengah dunia pendidikan kita menjadi hal sangat mendesak. Sebab
selain menawarkan solusi untuk keluar dari konflik yang berbau sara, model
pendidikan ini juga mengandalkan terbentuknya rasa toleransi, saling
menghormati, menghargai dan menjunjung tinggi rasa kebersamaan dalam perbedaan.
Menurut Jose A.Cardinas (1975) dalam
Mundzier Suparta, menjelaskan pentingnya pendidikan multikultural ini
didasarkan pada lima pertimbangan:
1.
ketidakampuan hidup secara harmoni (incompatibility),
2. tuntutan bahasa lain (other language
acquisition),
3. keberagaman budaya (cultural
pluralism),
4. pengembangan citra diri yang positif
(development of positive self-image), dan
5.
kesetaraan memperoleh kesempatan pendidikan (equility of
educational opportunity).
Di lain pihak, Donna M.Gollnick(1983) menyebutkan bahwa
pentingnya pendidikan multikultural dilatar belakangi oleh beberapa asumsi:
1.
setiap budaya dapat berinteraksi dengan budaya lain yang
berbeda, dan bahkan dapat saling memberi kontribusi;
2. keadilan sosial dan kesempatan yang
setara bagi semua orang merupakan hak bagi semua warga negara;
3. distribusi kekusaan dapat dibagi
secara bersama kepada semua kelompok etnik,
4. sistem pendidikan memberikan fungsi
kritis terhadap kebutuhan kerangka sikap dan nilai demi kelangsungan masyarakat
demokratis; serta
5.
para guru dan para praktisi pendidikan dapat mengasumsikan
sebuah peran kepemimpinan dalam mewujudkan lingkungan yang mendukung pendidikan
multikultural.
Sementara itu, pendidikan multikultural menjadi penting
sebab konsep ini setidaknya bertumpu pada dua keyakinan. Pertama, secara sosial
semua kelompok budaya dapat di representasikan dan hidup berdampingan bersama
dengan orang lain. Kedua, diskriminasi dan rasisme dapat direduksi melalui
penetapan citra positif keragaman etnik dan pengetahuan budaya-budaya lain.
Oleh karena itu wawasan dan gagasan multikultural perlu dikukuhkan dalam dunia
pendidikan.
Bila pendidikan multikultural dapat dilakukan di
sekolah-sekolah, hasilnya akan melahirkan peradaban dan bengunan masyarakat
yang toleran, demokratis, penuh kebajikan, suka tolong menolong, tenggang rasa,
keharmonisan, keindahan dan menjunjung nilai-nilai kemanusiaan. Intinya ,
gagasan dan rancanan ekolah yang berbasis multikultural adalah sebuah
keniscayaan dengan catatan bahwa kehadirannya tidka mengaburkan dan atau
menciptakan ketidakpastian jati diri para kelompok yang ada.
Sebaiknya perguruan tinggi, termasuk
perguruan tinggi berafiliasi agama pengembangan model pendidikan multikultural
dilakukan secara terintegrasi. Kurikulum perguruan tinggi perlu mengadopsi dan
mengakomodasi keanekaragaman nilai di masyarakat berbasis budaya dan agama
berbeda. Perguruan tinggi dapat mengembangkan model pendidikan sesuai kebutuhan
dan kondisi masing-masing. Dengan pengembangan kurikulum itu, diharapkan
perguruan tinggi dapat menjadi agen perdamaian dan kemajuan bangsa, tak
terkecuali perguruan tinggi berafiliasi agama.
Pendidikan multikultural juga
dinilai penting guna menjembatani perbedaan kepentingan dan perbedaan karakter
dalam pendidikan-pendidikan lokal. Perbedaan kepentingan merupakan salah satu
kendala pembangunan pendidikan nasional selama lebih dari setengah abad
terakhir.
Multikulturalisme dalam konteks
menghargai budaya dan agama lain merupakan salah satu pengamalan akidah agama
Islam. Dalam Islam disebutkan, kita juga harus mengayomi agama dan budaya lain
selama mereka tidak mengganggu tatanan dan sistem yang ada. Akan tetapi,
prinsip pluralisme yang menyamaratakan agama-agama yang berbeda tidak bisa
diterima, padahal agama tidak sama satu sama lain.
Masyarakat Negara Kesatuan Republik (NKRI) terdiri atas
berbagai suku bangsa dan setiap suku bangsa berbeda dalam banyak hal dengan
suku bangsa lainnya. Adanya berbagai perbedaan tidak hanya memberikan keunikan
yang menarik yang dapat dibanggakan, namun di pihak lain dapat menimbulkan
berbagai konflik. Dengan munculnya konflik besar di Indonesia seperti di Ambon,
Poso, Aceh, Papua, dan konflik-konflik lainnya semakin dirasakan bahwa perlu
ada cara untuk membekali anak-anak sebagai penerus bangsa untuk menghambat
terjadinya konflik dan menjaga kesatuan NKRI. Salah satu cara yang tepat untuk
menjaga kesatuan NKRI adalah melalui pendidikan multikultural pada anak-anak
sekolah dasar (SD) dengan menggunakan Seri Pustaka Anak Nusantara (Seri PAN)
yaitu film semi dokumenter dalam bentuk VCD yang dilengkapi buku narasi dan
aktivitas anak. Seri PAN ini merupakan salah satu bentuk materi pembelajaran
untuk pendidikan multikultural hasil kerja sama VISI ANAK BANGSA dengan
INDOFOOD dan DIAN RAKYAT.
Model
penyelenggaraan pendidikan multikultur di sekolah dapat dilakukan dengan cara
terintegrasi dalam mata pelajaran pada kurikulum tingkat satuan pendidikan.
Oleh karena itu, pembelajaran pendidikan multikultur ini diharapkan tidak
merubah struktur kurikulum dan tidak menambah alokasi waktu. Penerapan atau
pengintegrasian pendidikan multikultur secara jelas terlihat dalam silabus dan
RPP. Melalui cara itu, maka akan terimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran
baik di kelas maupun di luar kelas secara kontekstual. Selain itu, pendidikan multikultur
juga bukan mata pelajaran terpisah sehingga harus terintegrasi dan bukan
merupakan pengetahuan yang bersifat kognitif sehingga materi seyogyanya dikemas
dalam bentuk afektif dan kinerja siswa serta pendekatan materinya dapat
bersifat tematis. Yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah upaya menerapkan
atau mengintegrasikan muatan nilai-nilai yangterkandung dalam pendidikan
multikultur kedalam mata pelajaran melalui kegiatankegiatan sehingga dapat
diterapkan dan tercermin dalam kehidupan peserta didik. Selain itu, penerapan
atau pengintegrasian pendidikan multikultur harus dilakukan dan terlihat dalam
aktivitas seluruh warga sekolah maupun dalam manajemen sekolah secara umum
(Pusat Kurikulum Depdiknas 2007).
Dalam
konteks teoritis, belajar dari model-model pendidikan multikultural yang pernah
ada dan sedang dikembangkan oleh negara-negara maju, dikenal lima pendekatan,
yaitu:
1. pendidikan mengenai perbedaan-perbedaan
kebudayaan atau multikulturalisme.
2. pendidikan mengenai perbedaan-perbedaan kebudayaan
atau pemahaman kebudayaan.
3. pendidikan bagi pluralisme kebudayaan.
4. pendidikan dwi-budaya.
5. pendidikan
multikultural sebagai pengalaman moral manusia
Hal-hal dikembangkan dalam
menentukan model multikulruralisme di Indonesia adalah adanya keanekaragaman
etnik, budaya, agama, ekonomi, sosial, dan gender. Selain itu, dari segi
geografis wilayah Indonesia memiliki keunikan tersendiri karena wilayah dan
pulaunya yang terpencar-pencar dan bervariasi, yang berbeda dengan kondisinya
dengan negara lain. Dengan pendekatan multikultural ini, fenomena negatif yang
ada di masyarakat seperti deskriminasi, stereotip, dominasi,ketidakadilan,
ketimpangan dan prasangka buruk dapat dikurangi, sehingga masyarakat yang
berkeadilan, berkeselarasan, berkemitraan dan bertoleransi dapat segera
terwujud di Indonesia.
B.
Pengembangan
pendidikan multikultural
Ngainun
Naim dan Achmad Sauki (2008: 198) menjelaskan bahwa dalam pengembangannya,
kurikulum dengan menggunakan pendekatan mutikultural haruslah didasarkan pada
prinsip:
1. keragaman
budaya menjadi dasar dalam menentukan filsafat, teori, model, dan hubunga
sekolah dengan lingkungan sosial budaya setempat,
2. keragaman
budaya menjadi dasar dalam pengembangan berbagai komponene kurikulum seperti
juan, konten, proses, dan evaluasi,
3. budaya
di lingkungan unit pendidikan adalah sumber belajar dan objek studi yang harus
dijadikan bagian dari kegiatan belaar anak didik,
4. kurikulum
beperan sebagai media dalam mengembangkan kebudayaan daerah dan kebudayaan
nasional.
Ada
beberapa tahapan yang diperhatikan dalam pengembangan kurikulum berbasis
pendidikan multicultural (Pusat Kurikulum, 2007), yakni:
1. Merumuskan
visi, misi, tujuan sekolah, dan pengembangan diri yang mencerminkan kurikulum
sekolah yang berbasis multikultur.
2. Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar Yang Bermuatan Multikultur, dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a. Urgensi
dengan kehidupan peserta didik yang berhubungan dengan multikultur;
b. keterkaitan antara standar kompetensi dan
kompetensi dasar dalam mata pelajaran lain yang memuat multikultur;
c. elevansi
dengan kebutuhan peserta didik dalam masyarakat yang multikultur;
d. keterpakaian atau kebermaknaan bagi peserta
didik dalam aktivitas kehidupansehari-hari.
3. Mengidentifikasi
Materi Pembelajaran Yang Bermuatan Multikultur, dengan mempertimbangkan:
a. keberagaman
peserta didik;
b. karakteristik
mata pelajaran;
c. relevansi dengan karakteristik daerah;
d. tingkat perkembangan fisik, intelektual,
emosional, sosial, dan spritual peserta didik;
e. kebermanfaatan bagi peserta didik;
f. aktualitas materi pembelajaran; dan
g. relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan
tuntutan lingkungan.
4. Mengembangkan
Kegiatan Pembelajaran Yang Bermuatan Multikultur. Kegiatan pembelajaran
dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan
fisik melalui interaksi antarpeserta didik, peserta didik dengan guru,
lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi
dasar. Kegiatan pembelajaran yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan
pendekatan pembelajaran inkuiri dan berpusat pada peserta didik dan dengan
menerapkan beberapa metode yang relevan seperti metode diskusi, tanya jawab,
bermain peran, penugasan, dan lain sebagainya. Adapun hal-hal yang harus
diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran yang memuat multikultur
adalah sebagai berikut:
a. Kegiatan
pembelajaran multikultur disusun untuk memberikan bantuan kepada para pendidik
(guru), agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara profesional.
b. Kegiatan pembelajaran multikultur memuat
rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik.
c. Penentuan
urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan materi pembelajaran muatan
multikultur.
d. Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran
yang bermuatan multikutur minimal mengandung dua unsur yaitu kegiatan peserta
didik dan materi multikultur.
5. Merumuskan
Indikator Pencapaian Kompetensi Yang Bermuatan Multikultur. Indikator yang
bermuatan multikultur merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang
ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur mencakup sikap, pengetahuan,
dan keterampilan yang bermuatan multikultur. Indikator dikembangkan sesuai
dengan karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan,
lingkungan dan potensi daerah yang dirumuskan dalam kata kerja operasional yang
terukur dan/atau dapat diobservasi. Indikator digunakan sebagai dasar untuk
menyusun alat penilaian.
6. Penentuan
Jenis Penilaian Yang Bermuatan Multikultur Penilaian pencapaian kompetensi
dasar yang bermuatan multikultur bagi peserta didik dilakukan berdasarkan
indikator yang bermuatan multikultur. Penilaian dilakukan dengan menggunakan
tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja,
pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk,
penggunaan portofolio, dan penilaian diri. Penilaian yang bermuatan multikultur
merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan
data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara
sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam
pengambilan keputusan.
7. Menentukan Sumber Belajar Yang Bermuatan
Multikultur Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang bermuatan
multikultur digunakan untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan
elektronik, narasumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya.
Penentuan sumber belajar yang bermuatan multikultur didasarkan padastandar
kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.
C. Pentingnya model-model pendidikan multikultural
Sebagai
bangsa heterogen atau majemuk, multukulturalisme menjadi sangat penting
dikembangkan maka program-program multikultural senantiasa diarahkan untuk
menumbuhkan pemahaman dan partisipasi dari kelompok-kelompok masyarakat agar
tumbuh simpati terhadap perjuangan multikultural tersebut. Langkah-langkah yang
perlu dilakukan sebagai berikut :
1. multikulturalisme perlu menjadi bagian
kurikulum pendidikan. Dimensi multikultural harus tercermin di dalam pelajaran
kewarganegaraan, geografi, sastra, sejarah, politik dan ekonomi. Pendidikan
agama dan moral perlu memperkenalkan realita pluralitas, tanpa mereduksi ke
dalam relativisme. Akan lebih baik bila pemeluk agama yang bersangkutan yang
memberi penjelasan.
2. di dalam ruang publik, dimensi multikultural
perlu mendapat dorongan, selain dalam bentuk politik, juga dalam ekspresi seni,
teater, musik dan film.
3. perlu
dikembangkan program yang memungkinkan dijaminnya refresentasi minoritas di
dalam politik, pendidikan dan lapangan kerja.
4. pemerintah
perlu mendorong pengelola media massa seperti radio, televisi, koran, majalah
dan internet agar memperhatikan dan mempunyai kepedulian multikultural.
Bentuk-bentuk
kreativitas lain diperlukan untuk mengintensifkan perjumpaan dan dialog.
Kebijakan multikultural biasanya mengusik kemapanan kelompok mayoritas yang
sudah menikmati privilese sebagai kelompok dominant. Penyebabnya ialah bahwa
multikulturalisme mempunyai implikasi terhadap masalah representasi politik,
budaya, lapangan kerja dan pendidikan. Maka reaksi pertama biasanya akan
mendiskualifikasinya sebagai gagasan yang mau mepertahankan hegemoni dan
kepentingan-kepentingan serta para pendukung mereka. Pemahaman bahwa
kelompok-kelompok budaya dan minoritas yang kuat akan mampu memberdayakan civil
society tidak masuk dalam perspektif para penentang multikulturalisme.
Model pendidikan di Indonesia maupun
di negara-negara lain menunjukkan keragaman tujuan yang menerapkan strategi dan
sarana yang dipakai untuk mencapainya. Sejumlah kritikus melihat bahwa revisi
kurikulum sekolah yang dilakukan dalam program pendidikan multikultural di
Inggris dan beberapa tempat di Australia dan Kanada, terbatas pada keragaman
budaya yang ada, jadi terbatas pada dimensi kognitif.
Penambahan informasi tentang keragaman
budaya merupakan model pendidikan multikultural yang mencakup revisi atau
materi pembelajaran, termasuk revisi buku-buku teks. Terlepas dari kritik atas
penerapnnya di beberapa tempat, revisi pembelajaran seperti di Amerika Serikat
merupakan strategi yang dianggap paling penting dalam reformasi pendidikan dan
kurikulum. Penulisan kembali sejarah Amerika dari perspektif yang lebih beragam
meruapakan suatu agenda pendidikan yang diperjuangkan intelektual, aktivis dan
praktisi pendidikan. Di Jepang aktivis kemanusiaan melakukan advokasi serius
untuk merevisi buku sejarah, terutama yang menyangkut peran Jepang pada perang
dunia II di Asia. Walaupun belum diterima, usaha ini sudah mulai membuka mata
sebagian masyarakat akan pentingnya perspektif baru tentang perang, agar
tragedi kemanusiaan tidak terulang kembali. Sedangkan di Indonesia masih
diperlukan usaha yang panjang dalam merevisi buku-buku teks agar mengakomodasi
kontribusi dan partisipasi yang lebih inklusif bagi warga dari berbagai
latarbelakang dalam pembentukan Indonesia.
Model lainnya adalah pendidikan
multikultural tidak sekedar merevisi materi pembelajaran tetapi melakukan
reformasi dalam sistem pembelajaran itu sendiri. Affirmative action dalam
seleksi siswa sampai rekrutmen pengajar di Amerika adalah salah satu strategi
untuk membuat perbaikan ketimpangan struktural terhadap kelompok minoritas.
Contoh yang lain adalah model "sekolah pembauran" Iskandar Muda di
Medan yang memfasilitasi interaksi siswa dari berbagai latar belakang budaya
dan menyusun program anak asuh lintas kelompok. Di Amerika Serikat bersamaan
dengan masuknya wacana multikulturalisme, dilakukan berbagai lokakarya di
sekolah-sekolah maupun di masyarakat luas untuk meningkatkan kepekaan sosial,
toleransi dan mengurangi prasangka antar kelompok.
Untuk mewujudkan model-model
tersebut, pendidikan multikultural di Indonesia perlu memakai kombinasi model
yang ada, agar seperti yang diajukan Gorski, pendidikan multikultural dapat
mencakup tiga hal jenis transformasi, yakni:
transformasi diri, transformasi sekolah dan proses belajar mengajar,
transformasi masyarakat.
BAB III
KESIMPULAN
Model pendidikan di Indonesia maupun
di negara-negara lain menunjukkan keragaman tujuan yang menerapkan strategi dan
sarana yang dipakai untuk mencapainya. Pendidikan multikultural di Indonesia
perlu memakai kombinasi model yang ada, agar seperti yang diajukan Gorski,
pendidikan multikultural dapat mencakup tiga hal jenis transformasi,
yakni: transformasi diri, transformasi
sekolah dan proses belajar mengajar, transformasi masyarakat.
Pendidikan multikultural juga
dinilai penting guna menjembatani perbedaan kepentingan dan perbedaan karakter
dalam pendidikan-pendidikan lokal. Perbedaan kepentingan merupakan salah satu
kendala pembangunan pendidikan nasional selama lebih dari setengah abad. Dengan pengembangan model pendidikan
berbasis multikultural diharapkan mampu menjadi salah satu metode efektif untuk
meredam konflik. Selain itu, pendidikan multikultural bisa menanamkan sekaligus
mengubah pemikiran peserta didik untuk benar-benar tulus mengharagai
keberagaman etnis, agama, ras, dan golongan.
Pendidikan multukulturalisme menjadi sangat
penting dikembangkan maka program-program multikultural senantiasa diarahkan
untuk menumbuhkan pemahaman dan partisipasi dari kelompok-kelompok masyarakat
agar tumbuh simpati terhadap perjuangan multikultural tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Agustian,Cunha,
Darmoyo, dan Warmiyati.2006.Multikultural untuk Anak Usia
Sekolah - Panduan Untuk Guru pendidikan-Multikultural-Di-Indonesi(http://www.atmajaya.ac.id/content.asp?f=13&id=3453),10 Maret 2010.
2009.Modelmodelpendidikanmulticultural(http://educationmantap.blogspot.com/2009/12/pendidikan-multikultural.html), 10
Maret 2010.
2009.MultikulturalDalamKurikulum(http://edukasi.kompas.com/read/2009/12/24/11352915/Multikultural.Dalam.Kurikulum), 10 Maret 2010.
Pend
Pengembangan Model Pendidikan), 10 Maret 2010.