Artikel Hukum " Bantuan Hukum Kewajiban Advokat Dan Tanggungjawab Negara".
Nama : Zunalia Danung Pratiwi
NIM : 09401241016
Jurusan : PKnH A 2009
TUGAS
FILSAFAT HUKUM

Bantuan
Hukum Kewajiban Advokat Dan Tanggungjawab Negara
Artikel Hukum
Rabu, 04/03/2009 - 11:09
WIB
Oleh :
Rianda Seprasia ,SH (Advokat Kantor Hukum “Justitia” 



Kabar gembira bagi masyarakat tidak
mampu atau masyarakat yang termarginalkan (marginalized people) dalam mencari
keadilan baik di luar maupun di dalam pengadilan, karena pada tanggal 31
Desember 2008 lalu pemerintah telah mensahkan Peraturan Pemerintah (PP) No.83
tahun 2008 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum secara
Cuma-Cuma. Peraturan Pemerintah ini merupakan pelaksanaan Pasal 22 UU No. 18
Tahun 2003 Tentang Advokad yang mengisyaratN Advokad wajib memberikan bantuan hukum
secara Cuma-Cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu.
Lebih kurang 5 tahun masyarakat dan Advokad menunggu PP ini, karena dalam kurun waktu itu sebagian Advokad masih enggan memberikan bantuan hokum secara Cuma-Cuma. Tepatnya 6 bulan semenjak PP ini disahkan atau sekitar tanggal 31 Juni 2009 seluruh Advokad sudah wajib menjalankan fungsi sosialnya, tanpa alas an apapun kecuali ada hal lain yang ditentukan oleh UU Advokad atau kode etik Advokat.
Lebih kurang 5 tahun masyarakat dan Advokad menunggu PP ini, karena dalam kurun waktu itu sebagian Advokad masih enggan memberikan bantuan hokum secara Cuma-Cuma. Tepatnya 6 bulan semenjak PP ini disahkan atau sekitar tanggal 31 Juni 2009 seluruh Advokad sudah wajib menjalankan fungsi sosialnya, tanpa alas an apapun kecuali ada hal lain yang ditentukan oleh UU Advokad atau kode etik Advokat.
Menurut Pasal 4 Peraturan Pemerintah
tersebut dinyatakan untuk memperoleh bantuan hokum masyarakat pencari keadilan
mengajukan permohonan tertulis kepada Advokat atau Organisasi Advokat atau
melalui Lembaga Bantuan Hukum, permohonan mana meliputi identitas (nama, alamat
dan pekerjaan pemohon) serta uraian singkat mengenai pokok persoalan yang
dimohonkan bantuan hokum. Selain permohonan juga melampirkan surat keterangan
tidak mampu yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. Bagi yang tidak dapat
menulis masyarakat pencari keadilan dapat mengajukan permohonan secara lisan
yang ditujukan pada Advokat, Organisasi Advokat atau Lembaga Bantuan Hukum yang
selanjutkan dibuatkan secara tertulis kemudian ditandaitangani oleh pemohon dan
Advokat atau Organisasi Advokat atau Lembaga Bantuan Hukum. Dan selanjutnya surat
permohonan tersebut dalam waktu 3 hari sejak diterima wajib memberikan jawaban
serta menunjuk nama-nama Advokat yang akan membantu masyarakat tersebut.
Bantuan Hukum Dijamin Negara
Dalam UUD 1945 Pasal 28D Ayat (1)
telah memberikan pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil
bagi setiap orang tanpa membedakan suku, agama atau kedudukan derajat hidupnya.
Pengakuan dan jaminan ini dipertegas lagi dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 yang
menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara hukum ( rechtstaat). Hal itu dapat
diartikan bahwa hak untuk mendapatkan bantuan hukum sebagai bahagian dari hak
asasi manusia harus dianggap sebagai hak konstitusional warga Negara.
Kendatipun tidak secara eksplisit
diatur dan dinyatakan dalam UUD 1945, namun Negara tetap wajib untuk
memenuhinya karena akses terhadap keadilan dalam rangka pemenuhan hak untuk
diadili secara adil merupakan salah satu cirri Negara hukum. Artinya, Negara
berkewajiban menjamin segala hak masyarakat yang berhubungan dengan hukum,
termasuk jaminan untuk mendapatkan bantuan hukum. Kewajiban Negara terhadap
masyarakat dalam memberikan jaminan untuk mendapatkan bantuan hukum ini bukan
tanpa dasar.
Selain itu dalam Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 disebutkan segala warga Negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Artinya, setiap warga Negara mempunyai hak untuk dibela ( acces to legal counsel), hak diperlakukan sama dimuka hukum (equality before of the law) dan hak untuk mendapatkan keadilan (acces to justice).
Selain itu dalam Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 disebutkan segala warga Negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Artinya, setiap warga Negara mempunyai hak untuk dibela ( acces to legal counsel), hak diperlakukan sama dimuka hukum (equality before of the law) dan hak untuk mendapatkan keadilan (acces to justice).
Selain ketentuan yang diatur oleh
konstitusi, Negara juga menyebutkan jaminannya pada warganya untuk mendapatkan
bantuan hukum, dibeberapa pasal UU diantaranya, Pasal 54 Undang-undang Nomor
8/1981 tentang Hukum Acara Pidana atau Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP), dimana disebutkan, demi kepentingan pembelaan tersangka atau terdakwa
berhak mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebih penasehat hukum selama
dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, Pasal 18 ayat (4)
Undang-undang Nomor 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menyebutkan bahwa
setiap orang yang diperiksa berhak mendapatkan bantuan hukum sejak saat
penyidikan sampai adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukuk
tetap, Pasal 37 -40 Undang-undang Nomor 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
menyebutkan bahwa setiap orang yang tersangkut sejak saat dilakukan penangkapan
dan/atau penahanan berhak menghubungi dan meminta bantuan advokat. Dalam
memberi bantuan hukum advokat wajib membantu penyelesaian perkara dengan
menjunjung tinggi hukum dan keadilan dan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 18/2003
tentang Advokat menjelaskan bahwa Advokat wajib membantu hukum secara uuma-cuma
kepada pencari keadilan yang tidak mampu.
Ketetuan mana tata caranya diatur
dalam Peraturan Pemerintah No. 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara
Pemberian Bantuan hukum secara cuma-Cuma. Dari ketentuan-ketentuan tersebut di
atas jelaslah bahwa bantuan hukum sesungguhnya merupakan gerakan konstitusional
yang ditegaskan pengaturannya baik dalam UUD 1945 maupun peraturan
perundang-undangan lain.
Pelaksanaan Bantuan Hukum
Walaupun PP No. 83 Tahun 2008 ini
belum efektif dilakukan tentu masih menimbulkan pertanyaan dan kendala dalam
pelaksanaannya kedepan, karena dalam PP itu tersirat peranan Negara tidak ada
dan seolah memberikan tanggungjawab bantuan hukum tersebut pada Advokat atau
Organisasi Advokat atau Lembaga Bantuan Hukum. Hal ini jelas sangat
bertentangan dengan konstitusional Negara dan beberapa Pasal-pasal UU diatas.
Pasal 28 H ayat (2) menyatakan
“setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”.Dalam
prakteknya untuk mencari keadilan sangat sulit bagi masyarakat yang tidak
mampu, selain buta akan hukum juga lemah secara ekonomi sehingga banyak orang
yang tidak mampu ketika berpekara sering dipermainkan oleh aparat penegak hukum
dan hahkan sering kalah karena tidak tahu cara melakukan pembelaan terhadap
kasus yang menimpanya. Sebagaimana bunyi Pasal 28 H ayat (2), masyarakat
seharusnya berhak atas kemudahan dan perlakuan khusus, salah satunya dalam
bentuk hukum cuma-cuma.
Dari data Lembaga Bantuan Hukum
(:BH) Padang dari tahun ketahun masyarakat pencari keadilan yang dating
berkonsultasi langsung terus mengalami peningkatan, terakhir tahun 2008 ini ada
131 kasus yang beragam mulai dari kasus pidana, perdata, perburuhan,
perkawinan, PTUN, waris dan sebagainya, sedangkan laporan atau pengaduan melalui
via surat ada sebanyak 33 kasus. Tidak hanya itu berdasarkan pantauan orang
yang dating tersebut tidak saja dari kalangan tidak mampu akan tetapi banyak
juga kalangan orang yang mampu. Dari 131 kasus tersebut tidak semuanya dibantu
untuk didampingi baik diluar pengadilan (non litigasi) atau di dalam pengadilan
(litigasi) tergantung kasus tersebut memenuhi criteria kasus yang ditetapkan
oleh lembaga untuk dapat dibantu. Untuk kasus non litigasi ada 20 kasus yang
telah dibantu dan kasus litigasi ada 10 kasus yang sudah dibantu. Sedikitnya
kasus yang dibantu oleh LBH Padang baik secara litigasi dan non litigasi
dikarenakan tidak memenuhi criteria kasus Bantuan Hukum Strukturan (BHS),
keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) dan persoalan anggaran. Persoalan sama
mungkin juga dialami oleh beberapa lembaga lain atau individu yang bergerak dalam
memberikan bantuan hukum.
Ironisnya, setiap tahun Negara
mengeluarkan dana milyaran atau bahkan trilyunan untuk urusan bantuan hukum,
bias untuk sosialisasi peraturan, pembuatan perundang-undangan, pelayanan
bantuan hukum dan sebagainya.
Permasalahan Dalam Penerapan PP
Bantuan Hukum
Tidak adanya ketentuan pasal serta
penjelasan dalam PP No. 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara
Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma terutama menyangkut tanggungjawab
Negara dalam memberikan bantuan hukum tentu meninggalkan permasalahan bagi
kalangan Advokat, organisasi dan Lembaga Bantuan Hukum. Karena bukan rahasia
umum lagi Advokat memang profesi yang mandiri artinya kasus atau pendapatan
yang ia terima berdasarkan kesepakatan honorarium dengan kliennya. Setiap
Advokat belum tentu sama kesejahteraannya, banyak kasus atau jumlah honor yang
ia terima dengan rekan Advokat lainnya.
Pasal 1 angka 3 PP No. 83 Tahun 2008
disebutkan “Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma adalah jasa hukum yang diberikan
Advokat tanpa menerima pembayaran honorarium meliputi pemberian konsultasi
hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela dan melakukan tindakan
hukum lain untuk kepentingan pencari keadilan yang tidak mampu”.
Dalam pasal ini jelas secara tegas
disebutkan seorang Advokat tidak boleh meminta imbalan jasa atas pekerjaannya
ini, artinya yang ia berikan ada keahliannya dalam membela atau memperjuangkan
bak pencari keadilan. Namun bagaimana dengan biaya-biaya yang timbul seperti
biaya legalisasi surat kuasa, leges bukti, materai, pendaftaran gugatan,
permohonan banding kasasi, permohonan eksekusi, permohonan siding ditempat
hingga mengambil putusan, padahal kita sama tahu di pengadilan semuanya harus
membayar.
Jika seperti ini kondisinya,
harusnya Negara menyiapkan anggaran bagi masyarakat yang tidak mampu untuk
mendapatkan bantuan hukum dengan mengalokasikan anggaran biaya perkara apakah
melalui instansi terkait seperti Mahkaman Agung, Kejaksaan dan Kepolisian atau pada
Organisasi Advokat. Dalam Peraturan Pemerintah tentang Bantuan Hukum tersebut
juga diatur mengenai pembentukan unit kerja yang secara khusus mengenai bantuan
hukum secara Cuma-Cuma yang dibentuk oleh Organisasi Advokat dan bias jadi
anggaran itu diberikan melalui Organisasi Advokat tentu pengunaannya tepat
sasaran, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.
Masyarakat tentu sangat berharap
pelaksanaan PP No. 83 Tahun 2008 ini dapat dijalankan dengan baik sehingga
akses masyarakat marginal (marginalized people) untuk mendapatkan keadilan dan
prinsip persamaan di hadapan hukum (justice for all) dapat terwujud salah
satunya melalui fungsi social Advokat serta jaminan dan tanggungjawab Negara,
bukan sebaliknya Negara dan Advokat saling berkilah sehingga keadilan bagi
masyarakat miskin semakin jauh.

Sumber:
Rianda Seprasia. 2009. Bantuan
Hukum Kewajiban Advokat dan Tanggung Jawab Negara. Diakses dari http://padang-today.com/?mod=artikel&today=detil&id=327,
tanggal 29 Mei 2012.