MAKALAH Analisis UU Nomor 7 Tahun 1953
MAKALAH
Analisis UU Nomor 7 Tahun 1953
Disusun sebagai salah satu tugas
mata kuliah
“ Hukum Tata Negara”
Dosen : Ekram P., M. Pd.

Disusun Oleh :
Ni’matu
Sholikhah ( 09401241005 )
Novi
Dwi Cahyani ( 09401241009 )
Fitri
Astuti ( 09401241017
)
Supriyadi ( 09401241027 )
Angga
Cita ( 09401241032 )
Lidiawati
P. ( 09401241049 )
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
JURUSAN
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN HUKUM
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga
penulis mampu menyelesaikan Makalah Hukum
Tata Negara dengan lancar.
Dalam menyusun Makalah Hukum Tata
Negara ini, penulis tidak akan berhasil tanpa bantuan dari pihak-pihak yang
mendukung pada kegiatan ini. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada
:
- Bapak
Anang Priyanto M. Hum. selaku kepala jurusan PKnH,
- Bapak Ekram P., M. Pd. yang telah membimbing dan mengarahkan,
- serta
pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Tentunya
dalam penyusunan Makalah Hukum Tata Negara ini terdapat kekurangan. Oleh karena
itu penyusun memohon kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki Makalah Hukum
Tata Negara ini.
Yogyakarta, Mei 2011
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Tolok
ukur bagi suatu negara yang menyatakan dirinya sebagai negara demokrasi adalah
adanya pemilihan umum (pemilu). Tujuan penyelenggaraan pemilu adalah untuk
memungkinkan terjadinya peralihan pemerintahan secara aman dan tertib, serta
dalam rangka melaksanakan kedaulatan rakyat dan hak asasi warga negara.
Pada tahun 1953 Kabinet Wilopo
berhasil menyelesaikan regulasi pemilu dengan ditetapkannya UU No. 7 Tahun
1953. UU inilah yang menjadi payung hukum pemilu
Indonesia 1955 yang diselenggarakan secara
langsung, umum, bebas & rahasia. Dengan demikian UU No. 27 Tahun 1948
tentang Pemilu yg diubah dengan UU No. 12 Tahun 1949 yg mengadopsi pemilihan
bertingkat (tak langsung) bagi anggota DPR tak berlaku lagi. Pemilu multipartai secara nasional disepakati dilaksanakan
pada 29 September 1955 (untuk pemilhan parlemen) dan 15 Desember 1955 (untuk
pemilihan anggota konstituante). Pemilu pertama nasional di Indonesia ini
dinilai berbagai kalangan sebagai proses politik yang mendekati kriteria demokratis,
sebab selain jumlah parpol tidak dibatasi, berlangsung dengan langsung umum
bebas rahasia (luber), serta mencerminkan pluralisme dan representativness.
Patut dicatat dan dibanggakan bahwa pemilu
Indonesia yang pertama kali tersebut berhasil diselenggarakan
dengan aman, lancar, jujur & adil serta sangat demokratis. Pemilu Indonesia 1955
bahkan mendapat pujian dari berbagai pihak, termasuk dr negara-negara asing. Pemilu
Indonesia ini diikuti oleh lebih dari 30-an
partai politik dan lebih dari seratus daftar kumpulan serta calon perorangan.
Yang menarik dari pemilu Indonesia 1955 ialah tinggi kesadaran
berkompetisi secara sehat.
BAB
II
PEMBAHASAN
- Tujuan
UU
Nomor 7 Tahun 1953 ini merupakan UU yang dikeluarkan pemerintah mengenai pemilu
untuk memilih anggota Konstituante dan DPR dalam Pemilu tahun 1955.
- Asas Pemilu
Pemilu
1955 dilaksanakan dengan asas :
a. Jujur,
artinya bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
b. Umum,
artinya semua warga negara yang telah memenuhi persyaratan minimal dalam usia,
mempunyai hak memilih dan dipilih.
c. Berkesamaan,
artinya bahwa semua warga negara yang telah mempunyai hak pilih mempunyai hak
suara yang sama, yaitu masing-masing satu suara.
d. Rahasia,
artinya bahwa pemilih dalam memberikan suara dijamin tidak akan diketahui oleh
siapapun dan dengan cara apapun mengenai siapa yang dipilihnya.
e. Bebas,
artinya bahwa setiap pemilih bebas menentukan pilihannya menurut hati
nuraninya, tanpa ada pengaruh, tekanan, paksaan dari siapapun dan dengan cara
apapun.
f. Langsung,
artinya bahwa pemilih langsung memberikan suaranya menurut hati nuraninya,
tanpa perantara, dan tanpa tingkatan.
- Peserta Pemilu
Tentang syarat-syarat
Pasal 36
(1) Seorang calon dikemukakan
sebagai orang-seorang dalam suatu daftar calon perseorangan yang selanjutnya
disebut daftar-perseorangan atau bersama-sama calon-calon lain dalam suatu
daftar calon kumpulan yang selanjutnya disebut daftar-kumpulan.
(2) Satu daftar-kumpulan yang
dikemukakan untuk suatu daerah-pemilihan tidak boleh memuat nama-nama calon
yang jumlahnya melebihi jumlah anggota Konstituante atau jumlah anggota Dewan
Perwakilan Rakyat yang boleh dipilih dalam daerah-pemilihan yang bersangkutan,
ditambah sebanyak jumlah anggota yang sudah ditetapkan, tetapi tambahan itu
tidak boleh melebihi jumlah 20.
(3) Seorang tidak boleh
dicalonkan dalam lebih dari satu daftar dalam satu daerah-pemilihan.
(4) Yang boleh dikemukakan
sebagai calon ialah orang yang memenuhi syarat-syarat untuk menjadi anggota.
Pasal 38
(1) Seorang calon perseorangan
atau calon pertama dari suatu daftar-kumpulan dikemukakan sebagai calon untuk
suatu daerah-pemilihan oleh sedikit-dikitnya 200 orang pemilih yang namanya
terdaftar dalam daftar-pemilih dari daerah-pemilihan itu.
Calon-calon selanjutnya dari
daftar itu dikemukakan oleh sedikit-dikitnya 25 orang pemilih untuk tiap-tiap
orang calon.
Pasal 39
Tiap-tiap calon yang dikemukakan
harus menyatakan kesediaannya untuk pencalonan itu dan persetujuannya tentang
tempat yang diberikan kepadanya dalam urutan daftar.
Tentang cara pencalonan
Pasal 40
Calon-calon dikemukakan dengan
mengisi suatu formulir surat pencalonan, yang harus ditanda-tangani oleh semua
pemilih yang mengemukakannya. Dengan tanda tangan disamakan cap jempol kiri
atau,jika tidak mungkin, cap jari lain dengan disebutkan jarinya. Formulir itu
dapat diperoleh dengan percuma pada tiap-tiap kantor Panitia Pemungutan Suara,
untuk pemilih-pemilih yang berada di luar negeri pada panitia tersebut dalam
Pasal 19.
Pasal 41
(1) Pada waktu yang ditentukan
dengan Peraturan Pemerintah, partai atau organisasi yang akan mengemukakan
calon-calon atau orang yang akan dikemukakan sebagai calon perseorangan,
mengajukan nama dan tanda-gambar kepada Panitia Pemilihan Indonesia.
(2) Nama dan tanda-gambar yang
diajukan menurut ayat 1 oleh Panitia Pemilihan Indonesia ditetapkan dengan
persetujuan pihak yang bersangkutan, untuk dipakai dalam pencalonan.
(3) Sebagai tanda-gambar tidak
boleh dipakai lambang Negara Republik Indonesia, lambang negara asing, bendera
kebangsaan Sang Merah Putih, gambar perseorangan dan gambar-gambar yang
bertentangan dengan tata-susila Indonesia.
(4) Jika dikemukakan dua atau
lebih tanda-gambar yang sama atau yang mirip satu dengan lain, maka Panitia
Pemilihan Indonesia menentukan gambar mana yang dapat dipakai setelah
mengadakan perundingan dengan mereka yang mengemukakan tanda-gambar itu, dengan
memperhatikan oleh pihak mana tanda-gambar itu sudah lazim dipakai.
Pasal 43
(1) Nama calon dan nama pemilih
yang mengemukakannya pada surat pencalonan ditulis dengan cara yang ditentukan
untuk cara pengisian daftar-pemilih.
Nama-nama calon yang
dikemukakan dalam suatu daftar-kumpulan, ditulis dalam urutan sebagaimana
dikehendaki oleh Pemilih-pemilih yang mengemukakan daftar-kumpulan itu.
(2) Calon-calon yang
dikemukakan dan pemilih-pemilih yang mengemukakan calon harus membubuhkan tanda
tangan dalam urutan penempatan namanya pada surat itu.
Dengan tanda tangan disamakan
cap jempol kiri atau, jika tidak mungkin, cap jari lain dengan disebutkan jarinya.
Pasal 45
(1) Surat pencalonan harus
dilampiri:
a. surat pernyataan dari
tiap-tiap calon yang menyatakan kesediaannya dan persetujuannya termaksud dalam
Pasal 39;
b. surat keterangan dari
Ketua Panitia Pemungutan Suara atau Ketua Panitia Pemilihan Luar Negeri kepada
tiap-tiap calon dan tiap-tiap pemilih yang turut mengemukakan calon yang
menyatakan, bahwa orang-orang itu terdaftar dalam daftar-pemilih untuk
desa-desa dalam lingkungan daerah-pemungutan suara tempat tinggal calon-calon
dan pemilih-pemilih itu;
c. turunan surat
ketetapan Panitia Pemilihan Indonesia tentang nama dan tanda-gambar tersebut
pada Pasal 41 yang dapat diperoleh dengan percuma dari Panitia Pemilihan
Indonesia.
(2) Jika seorang yang
dicalonkan belum masuk dalam daftar-pemilih, maka ia didaftarkan, meskipun
waktu tersebut dalam Pasal 12 sudah lampau.
Pasal 46
Surat pencalonan harus disampaikan
sendiri oleh salah seorang yang turut mengemukakannya kepada Ketua Panitia
Pemilihan Kabupaten yang bersangkutan atau wakilnya.
Pasal 49
Ketua Panitia Pemilihan Kabupaten
dan Ketua panitia tersebut dalam Pasal 47 meneruskan surat-surat pencalonan
yang tidak ditolak beserta lampiran-lampirannya kepada Panitia Pemilihan yang
bersangkutan.
Pasal 50
Susunan formulir surat pencalonan
selanjutnya, susunan surat pernyataan dari calon, susunan surat keterangan dari
Ketua Panitia Pemungutan Suara, susunan surat tanda penerimaan dari Ketua
Panitia Pemilihan Kabupaten dan waktu menyampaikan surat pencalonan diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Tentang penolakan dan pemeriksaan
Surat pencalonan
Pasal 51
Surat pencalonan ditolak oleh Ketua
tersebut dalam Pasal 46 atau Pasal 47 atau wakilnya, apabila surat itu bukan
formulir surat pencalonan menurut Pasal 50 atau disampaikan tidak oleh orang
yang turut mengemukakan calon sendiri menurut pasal 46, atau tidak di dalam
waktu yang ditentukan.
Pasal 52
Surat-surat pencalonan yang tidak
ditolak diperiksa oleh Panitia Pemilihan apakah surat-surat itu memenuhi
syarat-syarat yang ditentukan dalam paragraf 1 dan paragraf 2 dari bab ini:
1. jika satu daftar-kumpulan
memuat nama calon hingga jumlah yang melebihi jumlah yang ditentukan dalam
Pasal 36 ayat 2, maka dari daftar itu dikeluarkan nama calon mulai dari bawah,
sehingga daftar itu memenuhi ketentuan tersebut;
2. seorang calon yang dengan
bantuannya dikemukakan dalam lebih dari satu daftar dalam satu
daerah-pemilihan, dikeluarkan dari semua daftar;
3. seorang calon dikeluarkan
dari daftar, jika ia tidak memenuhi syarat-syarat untuk menjadi anggota, atau
jika tidak ada surat pernyataan termaksud dalam Pasal 45 ayat 1 huruf a atau
surat keterangan termaksud dalam Pasal 45 ayat 1 huruf b;
4. jika jumlah pemilih yang
mengemukakan suatu daftar tidak atau karena pengeluaran tidak lagi memenuhi
jumlah yang ditentukan dalam Pasal 38 ayat 1, maka dari daftar itu dikeluarkan
nama-nama calon, dimulai dari bawah, sehingga daftar itu memenuhi
ketentuan-ketentuan termaksud.
Tentang Daftar Calon
Paragraf 1
Tentang daftar-calon sementara
Pasal 56
Dari surat-surat pencalonan yang dianggap
sah Panitia Pemilihan menyusun daftar-calon sementara.
Daftar-calon ini disusun sedemikian,
sehingga nama calon-calon perseorangan nyata terpisah satu dari yang lain dan
nyata terpisah dari nama calon-calon yang dikemukakan sebagai kumpulan, sedang
daftar-daftar-kumpulan itu harus nyata terpisah satu dari yang lain pula,
dengan memperhatikan adanya gabungan menurut Pasal 37 ayat 1. Masing-masing
daftar dibubuhi tanda-gambar yang dikehendaki oleh daftar itu, kecuali kalau
daftar itu tidak memakai tanda-gambar.
Paragraf 2
Tentang daftar-calon tetap
Pasal 60
(1) Panitia Pemilihan Indonesia
memeriksa daftar-daftar-calon sementara yang diterimanya.
Daftar yang tidak memakai
tanda-gambar diberi tanda-gambar.
Jika suatu keberatan yang
dimaksud dalam Pasal 59 dianggap benar, maka daftar-calon sementara yang
bersangkutan diubah seperlunya.
(2) Pemberian tanda-gambar dan
perubahan daftar-calon sementara oleh Ketua Panitia Pemilihan Indonesia
diberitahukan kepada Panitia Pemilihan yang bersangkutan, supaya Ketua panitia
tersebut jika perlu membenarkan daftar-calon sementara yang disimpan.
Pasal 63
Pemeriksaan daftar-daftar calon
sementara, penyusunan daftar-calon tetap, pengumuman dalam Berita Negara. dan
pengiriman daftar-calon-tetap kepada Panitia Pemilihan dilakukan dalam waktu
yang ditentukan dengan Peraturan Pemerintah.
- Penyelenggara Pemilu
Menurut pasal 17, untuk pemilihan anggota Konstituante dan
anggota Dewan Perwakilan Rakyat diadakan sebuah badan penyelenggara pemilihan:
1. di ibu kota Indonesia atau di tempat lain yang ditunjuk oleh Presiden,
dengan nama Panitia Pemilihan Indonesia;
2. dalam tiap-tiap daerah pemilihan di tempat yang ditunjuk oleh Menteri
Kehakiman, dengan nama Panitia Pemilihan;
3. dalam tiap-tiap kabupaten di tempat yang ditunjuk oleh Menteri Dalam
Negeri, dengan nama Panitia Pemilihan Kabupaten;
4. dalam tiap-tiap daerah pemungutan suara di tempat kedudukan Camat,
dengan nama Panitia Pemungutan Suara;
5. dalam tiap-tiap desa di tempat kedudukan Kepala Desa, dengan nama
Panitia Pendaftaran Pemilih.
Panitia
Pemilihan Indonesia mempersiapkan, memimpin dan menyelenggarakan pemilihan
anggota Konstituante dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Panitia Pemilihan
membantu persiapan dan menyelenggarakan pemilihan anggota Konstituante dan anggota
Dewan Perwakilan Rakyat di dalam daerah pemilihannya. Panitia Pemilihan
Kabupaten membantu Panitia Pemilihan mempersiapkan dan menyelenggarakan
pemilihan anggota Konstituante dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Panitia
Pemungutan Suara mensahkan daftar pemilih, membantu persiapan pemilihan anggota
Konstituante dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan menyelenggarakan
pemungutan suara. Panitia Pendaftaran
Pemilih melakukan pendaftaran pemilih, menyusun daftar-pemilih dan membantu
mempersiapkan pemilihan anggota Konstituante dan anggota Dewan Perwakilan
Rakyat ( Pasal 18 ).
- Pemilih
Pasal
5
(1)
Untuk tiap-tiap desa disusun dan dipelihara sebuah daftar-pemilih, yang
menunjukkan pemilih-pemilih, yang bertempat tinggal di desa itu. Dalam
pengertian desa termasuk kelurahan, negeri marga dan satuan-satuan daerah
-lain, yang untuk menjalankan undang-undang ini oleh Menteri Dalam Negeri
disamakan dengan desa.
(2) Seorang pemilih hanya boleh didaftarkan satu kali dalam
daftar-pemilih.
Jika seorang pemilih mempunyai tempat-tinggal lebih dari satu, maka ia
memilih satu di antara tempat-tinggal itu.
Pendaftaran pemilih-pemilih, yang berada di luar negeri, dilakukan pada
Kantor Perwakilan Republik Indonesia menurut aturan-aturan yang ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah ( Pasal 6 ).
Dalam daftar-pemilih dimuat keterangan-keterangan tentang tiap-tiap
pemilih, sebagai berikut:
a.
nama lengkap, termasuk nama panggilan, jika ada;
b.
umur;
c.
sudah/pernah/belum kawin;
d.
jenis laki-laki atau perempuan;
e.
alamat rumah;
f.
pekerjaan
F. Daerah Pemilihan dan Pemungutan Suara
Untuk
pemilihan anggota Konstituante dan pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
maka daerah Indonesia dibagi dalam: daerah-pemilihan Jawa Timur; Jawa
Tengah; Jawa Barat; Jakarta Raya; Sumatera
Selatan; Sumatera Tengah; Sumatera Utara; Kalimantan Barat; Kalimantan
Selatan; Kalimantan Timur; Sulawesi
Utara-Tengah; Sulawesi Tenggara-Selatan; Maluku, Sunda-Kecil Timur; Sunda-Kecil
Barat; Irian Barat; yang masing-masing meliputi: wilayah Propinsi Jawa
Timur; Propinsi Jawa Tengah, termasuk Daerah Istimewa
Yogyakarta; Propinsi Jawa Barat; Kotapraja Jakarta Raya; Propinsi Sumatera
Selatan; Propinsi Sumatera Tengah; Propinsi
Sumatera Utara; Kalimantan Barat, yaitu wilayah
Karesidenan (administratif) Kalimantan Barat; Kalimantan
Selatan, yaitu wilayah Karesidenan (administratif) Kalimantan Selatan; Kalimantan Timur, yaitu wilayah Karesidenan (administratif)
Kalimantan Timur; Daerah Sangihe dan Talaud,
Daerah Minahasa, Daerah Sulawesi Utara, Daerah Donggala dan Daerah Poso;
Daerah Luwu, Daerah Mandar, Daerah Pare-Pare,
Daerah Makasar, Kota Makasar, Daerah Bone, Daerah Bonthain dan Daerah
Sulawesi Tenggara; Propinsi Maluku; Propinsi
Sunda-Kecil yang dahulu merupakan Karesidenan Timor dan pulau-pulau
sekitarnya; Propinsi Sunda-Kecil yang dahulu
merupakan Keresidenan Bali dan Lombok; serta Irian
Barat. Sedangkan tiap-tiap kecamatan merupakan daerah pemungutan suara dari daerah
pemilihan yang melingkungi kecamatan itu. Daerah pemungutan suara disebut
dengan nama tempat kedudukan badan penyelenggara pemilihan di daerah itu.
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.google.com