Makalah HUBUNGAN, ORGANISASI, DAN HUKUM INTERNASIONAL

HUBUNGAN, ORGANISASI, DAN HUKUM INTERNASIONAL
Ekram Pawiroputro*)

Pendahuluan
Membicarakan masalah-masalah internasional di dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMA/K/MA, substansi materinya dapat dilihat pada standar isi, baik stantar kompetensi maupun kompetensi dasar. Pengalokasiannya di dalam kurikulum diletakkan pada kelas XI semester II. Secara utuh dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Kelas XI Semester I
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
4. Menganalisis  hubungan
  internasional dan organisasi 
  internasional 



4.1 Mendeskripsikan pengertian, pentingnya, dan  sarana-sarana hubungan internasional bagi suatu negara
4.2 Menjelaskan tahap-tahap perjanjian internasional
4.3 Menganalisis fungsi Perwakilan Diplomatik
4.4 Mengkaji peranan organisasi internasional (ASEAN, AA,  PBB) dalam meningkatkan hubungan internasional
4.5 Menghargai kerja sama dan perjanjian internasional yang bermanfaat bagi Indonesia
5. Menganalisis sistem hukum dan peradilan internasional 


5.1  Mendeskripsikan sistem hukum dan peradilan internasional
5.2  Menjelaskan penyebab  timbulnya sengketa internasional dan cara penyelesaian oleh Mahkamah Internasional
5.3  Menghargai putusan Mahkamah Internasional

 
Dari tabel tersebut tampak bahwa jika dilihat dari segi sekuensialnya, ada urutan yang terasa kurang logis. Ini jika penempatan standar kompetensi menggambarkan urutan. Pada standar kompetensi pertama, di dalamnya dijabarkan ke dalam sejumlah kompetensi dasar, antara




*) Disajikan pada kegiatan Workshop MGMP PKn Kota Yogyakarta di MAN Yogyakarta, tanggal 14 Oktober 2011


 lain kompetensi dasar yang berkaitan dengan perjanjian internasional. Sementara perjanjian internasional itu sendiri merupakan bagian penting dari hukum internasional. Selanjutnya materi organisasi internasional mestinya dibicarakan setelah materi hukum internasional, karena organisasi internasional tidak lain merupakan bagian dari hukum internasional, yaitu masuk hukum internasional khusus.
Untuk kajian kita kali ini, sementara hal itu sebaiknya kita abaikan terlebih dahulu. Yang mendasar barangkali adalah materi yang berkenaan dengan sengketa internasional (international dispute).


Sengketa internasional
Apakah sengketa internasional itu?
Sesungguhnya setiap hari boleh dikatakan kita hampir selalu mendengar dan menyaksikan mengenai sengketa internasional. Apa yang terjadi di Timur Tengah, khususnya di Palestina, apa yang terjadi di Irak, rebutan wilayah dua pulau antara Indonersia dengan Malaysia, itu sedikit contyoh dari adanya sengketa internasional. Kalau begitu, apa yang dimaksud dengan sengketa internasional itu?
Secara sederhana dapat dirumuskan, bahwa sengketa adalah perselisihan mengenai masalah fakta, hukum, atau politik di mana tuntutan atau pernyataan suatu pihak ditolak, dituntut balik atau diingkari oleh pihak lain. Dalam arti yang lebih luas, sengketa internasional dikatakan ada bila perselisihan seperti ini melibatkan pemerintah, lembaga, yuristic persons (badan hukum) dalam bagian dunia yang berlainan.
Cara-cara penyelesaian sengketa internasional.
Secara garis besar, penyelesaian sengketa internasional dapat dilihat pada bagan berikut ini


























 
















Dari bagan tersebut terlihat bahwa untuk penyelesaian sengketa internasional secara damai dapat dilakukan lewat dua cara, yaitu secara politik dan secara hukum.

Penyelesaian secara hukum
Salah satu cara penyelesaian sengketa secara hukum adalah lewat Mahkamah Pengadilan Internasional (International Court of Justice)

Sekilas mengenal Mahkamah Internasional
 Sifat fakultatif Peradilan Internasional
Di suatu negara, peradilan adalah wajib bagi semua individu, artinya pengadilan negara dapat diminta perhatiannya oleh pengaduan sepihak dari salah satu pihak yang bersengketa, dan sebagai akibatnya pihak lain dapat dipanggil oleh pengadilan. Di bidang internasional, peradilan pada prinsipnya bersifat fakultatif. Bila suatu negara ingin mengajukan suatu perkara ke pengadilan internasional, maka persetujuan pihak-pihak yang bersengketa merupakan suatu keharusan. Tidak mungkin suatu negara mengajukan perkara ke depan peradilan internasional dengan melibatkan negara lain tanpa persetujuan negara tersebut.

Kajian mengenai Mahkamah Internasional ini akan dibagi ke dalam :
(1) aspek Institusional Mahkamah, (2) Wewenang Mahkamah, (3) pendapat-pendapat yang tidak mengikat, (4) penilaian peranan Mahkamah.

1. Aspek-aspek institusional Mahkamah
Mahkamah Internasional ini bersifat tetap, didirikan sebelum lahirnya sengketa. Hakim-hakimnya sudah dipilih sebelumnya, wewenang dan prosedurnya juga telah ditetapkan sebelum sengketa lahir.
a. Komposisi dan cara pengangkatan hakim
Mahkamah terdiri dari sekumpulan hakim-hakim yang bebas, dipilih tanpa memandang kewarganegaraannya di antara ahli-ahli yang mempunyai moral yang tinggi dan kualifikasi yang diperlukan untuk memegang jabatan hukum tertinggi di negeri mereka masing-masing atau penasehat-penasehat hukum yang keahliannya telah diakui dalam hukum internasional (pasal 2 Statuta MPI). Para hakim tidak dapat diberhentikan selama  masa jabatannya belum berakhir. Para hakim juga tidak boleh melakukan kegiatan-kegiatan profesional lainnya. Para hakim yang dipilih harus mewakili berbagai bentuk kebudayaan dan sistem-sistem hukum yang ada di dunia (ps. 9 Statuta MPI). Di dalam pemilihan hakim, juga dipertimbangkan pembagian wilayah geografis yang adil.
Masing-masing hakim (15 orang) memegang jabatannya selama masa sembilan tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali. Untuk pengangkatan periode pertama, masing-masing dipilih lima orang hakim untuk memegang jabatan selama tiga tahun, lima orang hakim untuk masa jabatan selama enam tahun. Sesudah itu masing-masing akan memegang jabatan selama masa sembilan tahun. Para hakim dipilih oleh Dewan Keamanan dan Majelis Umum, dalam pemilihan yang dilakukan secara terpisah. Untuk dapat dinyatakan terpilih, tiap-tiap calon harus mendapatkan mayoritas absolut suara, baik di Majelis Umum maupun di Dewan Keamanan (ps 10 ayat 1 Statuta MPI).
b. Organisasi dan tata kerja
MPI berkedudukan di Den Haag. MPI dapat bersidang di tempat lain jika dipandang perlu. Masa bersidang diadakan di seluruh tahun, kecuali waktu-waktu libur mahkamah. Sidang lengkap pada prinsipnya dihadiri oleh seluruh anggota. Sidang dinyatakan memenuhi kuorum jika sekurang-kurangnya dihadiri oleh sembilan orang anggota.
MPI memilih Ketua dan Wakil Ketuanya untuk masa jabatan tiga tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali. MPI juga mengangkat Panitera dan pegawai-pegawai lain yang dianggap perlu. Bahasa resmi yang digunakan di dalam persidangan adalah Bahasa Inggris dan Perancil (ps 39 Statuta). Akan tetapi atas permintaan salah satu pihak yang bersengketa, MPI dapat mengijinkan penggunaan bahasa lain. Sumber hukum yang digunakan adalah sebagaimana tersurat di dalam pasal 38 Statuta.
Prosedur
Jalannya proses di depan Mahkamah mempunyai banyak kesamaan dengan yurisdiksi intern suatu negara, yaitu :
> prosedur tertulis dan perdebatan lisan diatur sedemikian rupa untuk menjamin sepenuhnya masing-masing pihak mengemukakan pendapatnya,
> sidang-sidang Mahkamah terbuka untuk umum, namun untuk rapat-rapat hakim Mahkamah diadakan dalam sidang tertutup.

Wewenang Mahkamah
Mahkamah dapat mengambil tindakan sementara dalam bentuk ordonansi. Yang dimaksud dengan tindakan sementara ini adalah tindakan yang diambih oleh Mahkamah untuk melindungi hak-hak dan kepentingan pihak-pihak yang bersengketa sambil menunggu keputusan dasar atau penyelesaian lainnya yang akan ditentukan oleh Mahkamah secara definitif.
Contoh :
    1). Kasus pendudukan Kedutaan Besar Amerika Serikat oleh kelompok militan di Teheran tanggal 4 Nopember 1979. Mahkamah menetapkan dalam tindakan sementara agar menyerahkan kembali Kedutaan Besar tersebut dan membebaskan sandera.
    2). Sengketa Amerika Serikat dan Nicaragua. Mahkamah pada tanggal 10 Mei 1984 menetapkan tindakan-tindakan sementara agar hak Nicaragua atas kedaulatan dan kemerdekaan politiknya tidak diancam oleh kegiatan-kegiatan militer Amerika Serikat.
Selama dalam proses, Mahkamah juga dapat membentuk angket, melakukan pemeriksaan-pemeriksaan oleh para ahli, dan bahkan berkunjung ke tempat sumber sengketa untuk keperluan pengumpulan bukti.

Penolakan hadir di Mahkamah
Jika salah satu pihak yang bersengketa tidak hadir di Mahkamah, pasal 53 Statuta mengatur sbb: Jika salah satu pihak tidak hadir di Mahkamah atau tidak mempertahankan perkaranya, pihak lain dapat meminta Mahkamah mengambil keputusan mendukung tuntutannya.
Negara bersengketa yang tidak hadir di Mahkamah tidak menghalangi Mahmakah untuk mengambil keputusan denga  syarat, seperti tercantum dalam pasal 53 ayat 2 Statuta, bahwa sebelum menjatuhkan keputusan, kepada pihak yang tidak hadir, Mahkamah harus yakin bahwa ia bukan saja mempunyai wewenang, tetapi juga keputusannya benar-benar didasarkan atas fakta dan hukum. Dengan demikian, pihak yang dihukum, walaupun tidak hadir, pada prinsipnya tidak dapat menolak keputusan yang telah ditetapkan oleh Mahkamah.

Keputusan Mahkamah
Keputusan Mahkamah diambil dengan suara mayoritas dari hakim-hakim yang hadir. Bila suara seimbang, maka suara Ketua atau Wakil Ketuanya yang menentukan.
Keputusan Mahkamah terdiri atas tiga bagian.
(1). bagian pertama: berisi komposisi Mahkamah, informasi mengenai pihak-pihak yang bersengketa serta wakil-wakilnya, analisa mengenai fakta-fakta, dan argumentasi hukum pihak-pihak yang bersengketa.
(2). Bagian kedua: berisi penjelasan mengenai motivasi Mahkamah. Pemberian motivasi keputusan Mahkamah merupakan suatu keharusan karena penyelesaian yurisdiksional ini sering merupakan salah satu unsur dari penyelesaian yang lebih luas dari sengketa, dan karena itu dijaga sensibilitas pihak-pihak yang  bersengketa.
(3). Bagian ketiga berisi dispositif. Dispositif ini berisikan keputusan Mahkamah yang mengikat negara-negara yang bersengketa.Juga disebutkan jumlah suara yang diperoleh melalui keputusan tersebut.

Penyampaian pendapat yang terpisah
Di MPI pernyataan pendapat yang terpisah (dissenting opinion) diperbolehkan.  Pendapat yang terpisah bisa terjadi jika  suatu keputusan tidak mewakili seluruh anggota, hakim yang tidak sependapat/tidak menyetujui berhak memberikan pendapatnya secara terpisah (ps 57 Piagam). Jadi pendapat terpisah adalah pendapat seorang hakim yang tidak menyetujui suatu kerputusan dan menyatakan keberatannya terhadap motif-motif yang diberikan dalam keputusan tersebut.Keputusan Mahkamah bersifat definitif, dan hanya mengikat pihak-pihak yang bersengketa.
Apakah keputusan Mahkamah wajib dilaksanakan/ dapat dipaksakan?
Pasal 13 Covenant LBB: jika suatu keputusan peradilan tidak dilaksanakan, maka Dewan dapat mengusulkan tindakan-tindakan yang akan menjamin pelaksanaan keputusan tersebut.
Pasal 94 Piagam PBB:
(1). Tiap-tiap negara anggota PBB harus melaksanakan keputusan Mahkamah Internasional dalam sengketa apabila dia menjadi pihak.
(2). Bila negara pihak suatu sengketa tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban yang dibebankan oleh Mahkamah kepadanya, negara pihak lainnya dapat mengajukan persoalannya kepada Dewan Keamanan, dan Dewan Keamanan jika perlu dapat membuat rekomendasi-rekomendasi atau memutuskan tindakan-tindakan yang akan diambil supaya keputusan tersebut dilaksanakan.

2. Wewenang Mahkamah (MPI)
Mengenai wewenang Mahkamah secara tegas diatur di dalam bab II Statuta MPI yang khusus mengenai wewenang Mahkamah, dengan ruang lingkup masalah-masalah mengenai sengketa.Wewenang Mahkamah ini dibedakan menjadi dua, yaitu (a) wewenang ratione personae (siapa yang dapat mengajukan perkara ke Mahkamah, dan (b) wewenang ratione materiae (jenis sengketa yang dapat diajukan.
a. Wewenang Ratione Personae:
Pasal 34 ayat 1 Statuta MPI secara kategoris menyatakan bahwa hanya negara-negara yang boleh menjadi pihak dalam perkara-perkara di depan Mahkamah. Ini berarti bahwa Mahkamah hanya terbuka bagi negara-negara anggota dari statuta.Negara-negara ini terutama semua anggota PBB yang secara otomatis menjadi pihak dalam statuta.
Pasal 93 ayat 2 Piagam PBB menyatakan bahwa negara yang bukan anggota PBB dapat menjadi pihak pada Statuta Mahjkamah, dengan syarat-syarat yang akan ditentukan untuk tiap-tiap permohonan oleh MU atas rekomendasi DK. Dengan menggunakan ketentuan ini San Marino pada tahun 1954, Liechtenstein tahun 1950, dan Jepang pada tahun 1954, sebelum masuk menjadi anggota PBB menjadi pihak pada statuta. Swiss yang tetap berada di luar PBB menjadi pihak pada statuta melalui ketentuan pasal 93 ayat 2 ini pada tahun 1947.
Untuk keputusan Mahkamah, jarang sekali DK diminta untuk menggunakan ketentuan pasal 94 ayat 2 tersebut, karena biasanya negara-negara menerima keputusan Mahkamah. Ada beberapa kasus yang yang keputusan Mahkamah ini tidak dilaksanakan, sehingga DK menggunakan ketentuan pasal 94 ayat 2, misalnya keputusan Mahkamah mengenai peristiwa Selat Corfutahun 1949, karena Alabama menolak membayar ganti rugi kepada Inggris. Keputusan Mahkamah tahun 1980 dalam kasus personil Diplomatik USA di Teheran karena Iran menolak mengambil tindakan perlindungan sementara.
b. Wewenang Ratione Materiae
Pasal 36 ayat 1 Statuta secara tegas menyatakan bahwa wewenang Mahkamah meliputi semua perkara yang diajukan pihak-pihak yang bersengketa kepadanya dan semua hal,terutama yang terdapat dalam Piagam PBB atau dalam perjanjian-perjanjian dan konvensi-konvensi yang berlaku. Meskipun pasal 36 ayat 1 tidak mengadakan pembedaanantara sengketa hukum dan sengketa politik yang boleh dibawa ke Mahkamah, dalam praktiknya Mahkamah selalu menolak memeriksa perkara-perkara yang tidak bersifat hukum.
Wewenang Mahkamah pada dasarnya bersifat fakultatif, artinya jika terjadi sengketa antara dua negara, campur tangan Mahkamah baru dapat terjadi bila negara-negara yang bersengketa sepakat untuk menyelesaikan sengketa tersebut di depan Mahkamah. Tanpa adanya persetuan dari pihak-pihak yang bersengketa, wewenang Mahkamah tidak berlaku bagi sengketa tersebut.

Kompromi
Dalam kerangka wewenang fakultatif, sengketa diajukan ke Mahkamah melalui suatu kompromi. Di sini kesepakatan negara-negara yang bersengketa dituangkan dalam suatu kompromi. Kompromi di sini berisikan persetujuan pihak-pihak yang bersengketa untuk mengajukan perkara mereka ke Mahkamah. Misalnya, sengketa antara Indonesia dengan Malaysia mengenai Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan, special agreement yang merupakan kompromi antara Indonesia dengan Malaysia telah disampaikan ke Panitera Mahkamah pada tanggal 2 November 1998.

Wewenang Wajib ( Compulsory  Jurisdiction)
Wewenang wajib dari Mahkamah hanya dapat terjadi jika negara-negara sebelumnya dalam suatu persetujuan, menerima wewenang tedrsebut.
a. Wewenang wajib berdasarkan ketentuan Konvensional
Wewenang wajib ini dapat diterima dalam bentuk klausula khusus atau dalam bentuk perjanjian-perjanjian umum. Klausula khusus ini terdapat dalam suatu perjanjian sebagai tambahan dari perjanjian itu sendiri.  Klausula ini bertujuan menyelesaikan sengketa yang mungkin lahir di masa yang akan datang mengenai pelaksanaan dan interpretasi perjanjian tersebut di muka Mahjkamah ( contoh : lihat pasal 66 ayat 2 Vienna Convention on the Law of Treaties between States and Internatinal Organizations or Between International Organizations, 21 MaRET 1986).
b. Klausula Opsional
Ketentuan ini diatur di dalam pasal 36 ayat 2 Statuta, yang menyatakan Negara-negara pihak Statuta , dapat setiap saat menyatakan untuk menerima wewenang wajib Mahjkamah dan tanpa persetujuan khusus dalam hubungannya dengan negara lain yang menerima kewajiban dalam semua sengketa hukum mengenai :
> penafsiran suatu perjanjian,
> setiap persoalan hukum internasional,
> adanya suatu fakta yang bila terbukti akan merupakan pelanggaran terhadap kewajiban
   internaonal,
> jenis atau besarnya ganti rugi yang harus dilaksanakan karena pelanggaran dari suatu
   kewajiban internasional.
Pernyataan negara yang berisikan penerimaan klausula ini dapat dibuat tanpa syarat atau dengan syarat resiprositas oleh negara-negara lain atau untuk kurun waktu tertentu. Pernyataan tersebut didepositkan pada Sekjen PBB yang copynya disampaikan ke negara-negara pihak pada Statuta dan kepada Panitera Mahkamah.

Mahkamah internasional dewasa ini bukanlah merupakan satu-satunya Peradilan Tetap, tetapi terdapat pula mahkamah-mahkamah lain yang mempunyai wewenang terbatas. Peradilan-peradilan tersebut antara lain:
·         Tribunal-tribunal Administratif Internasional seperti Tribunal Administratif Organisasi Buruh Sedunia (ILO), dan Tribunal Administratif PBB tahun 1949, yang didirikan tahun 1927 dalam kerangka SDN.
·         Mahkamah Peradilan Masyarakat-Masyarakat Ekonomi Eropa 18 April 1951.
·         Mahkamah Eropa mengenai Hak Asasi Manusia 4 Nopember 1950.
·         Tribunal Administratif Bank Dunia yang didirikan tanggal 4 juli 2980.

Peradilan Internasional lainnya di Bawah Kerangka PBB
1.      Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court)
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak pembentukannya telah memainkan peran penting di bidang hukum internasional sebagai upaya menciptakan perdamaian dunia dan keadilan bagi seluruh umat manusia. Selain Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) yang berkedudukan di Den Haag, Belanda, yang merupakan salah satu organ utama PBB, saat ini PBB juga sedang berupaya menyelesaikan Rules of Procedure atau Hukum Acara bagi berfungsi Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) yang statuta pembentukannya telah disahkan melalui Konfrensi International di Roma, Itelia, pada Juni 1998. Statuta tersebut baru berlaku setelah disahkan oleh 60 negara. Sampai tanggal 17 Juli 2000 baru 14 negara yang telah meratifikasi Statuta tersebut sedangkan Indonesia belum menandatanganinya. Berbeda dengan ICJ, yuridikasi ICC adalah di bidang hukum pidana international yang akan mengadili para individu yang melanggar Hak Asasi Manusia dan kejahatan Humaniter, genocide (pemusnahan ras), kejahatan perang, serta agresi.
Negara-negara anggota PBB tidak secara otomatis terikat oleh yurisdikasi ICC, tetapi melalui suatu pernyataan mengikatkan diri dan menjadi pihak pada Statuta ICC. Kedudukan ICC adalah di Den Haag, Belanda, tetapi sidang-sidangnya dapat diadakan di negara lain sesuai dengan kebutuhan. Badan-badan ICC adalah: Presiden; Forum Pra Peradilan (Pre-Trial Division); Peradilan Tingkat Pertama (Trial Division) dan Peradilan Tingkat Banding (Appeals Division); Penuntut Umum (Presecutor) dan Panitian Pendaftar (Registry). Mahkamah akan memiliki 18 hakim yang dipilih oleh Majelis Umum negara-negara pihak untuk priode selama 9 tahun. Hakim yang baru menyelesaikan tugasnya tidak dapat dipilih kembali, dan setiap negara pihak hanya dapat mengajukan satu calon hakim. Selanjutnya, hakim ICC akan memilih presiden, sedangkan Penuntut Umum akan dipilih memalui pemungutan suara secara tertutup oleh Majelis Umum. Hubungan antara Mahkamah dan PBB diatur secara tersendiri dalam satu perjanjian yang memerlukan persetujuan Majelis Umum negara-negara pihak Statuta.
Di samping itu, untuk mengadili kejahatan humaniter, PBB melalui Dewan Keamanan membentuk pula peradilan internasional seperti Mahkamah Internasional untuk Bekas Yugoslavia dan Mahkmah Internasional untuk Rwanda.
2.      Mahkamah Kriminal Internasional untuk Bekas Yugoslavia (The International Criminal for the Former Yugoslavia/ICTY)
Melalui resolusi Dewan Keamanan No.827, tanggal 25 Mei 1993, Perserikatan Bangsa-Bangsa membentuk The International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia (ICTY) yang bertempat di Den Haag, negeri Belanda, bertugas untuk mengadili orang-orang yang bertanggung jawab atas pelanggaran-pelanggaran berat terhadap hukum humaniter international yang terjadi di negara bekas Yugoslavia.
Semenjak Mahkamah tersebut didirikan seudah 84 orang yang dituduh melakukan pelanggaran-pelanggaran berat dan 20 orang di antaranya sudah ditahan. Surat perintah tahanan internasional juga telah dikeluarkan untuk menangkap individu-individu kenamaan Serbia Bosnia seperti Radovan Karadzic dan Ratko Mladic yang selalu menghindarkan diri dari penahanan. Pada tanggal 27 Mei 1999 tuduhan juga telah dikeluarkan terhadap pemimpin-pemimpin terkenal seperti Slobodan Milosevic (Presiden Republik Federal Yugoslavia), Milan Milutinovic (Presiden Serbia), Nikola Sainovic (Deputi Perdana Menteri Yugoslavia), Dragoljub Ojdanic (Kepala Staf Tentara Yugoslavia) dan Vlajko Stojiljkovic (Menteri Dalam Negeri Serbia). Mereka dituduh telah melakukan kejahatan terhadap umat manusia dan melanggar hukum atau kebiasaan perang. Selanjutnya, Slobodan Milosevic berhasil ditangkap 29 Juni 2001.
Pada tanggal 3 Maret 2000, Mahkamah menjatuhkan hukuman penjara 45 tahun kepada Jendral Kroasia Bosnia Tihomir Blaskic yang telah mengorganisir ethnic cleansing  terhadap orang-orang Muslim selama perang Bosnia 1992-1995. Ia dituduh telah melakukan pelanggaran berat terhadap konvensi Jenewa, pelanggaran terhadap hukum dan kebiasaan perang dan kejahatan terhadap umat manusia. Mahkamah dalam keputusannya menyatakan bahwa walaupun Mr. Blaskic sendiri tidak berusaha membunuh orang-orang Muslim, tetap bersalah karena tidak berusaha mencegah terjadinya kejahatan-kejahatan dan menghukum para pelakunya. Pada tanggal 2 Agustus 2011 juga telah dijatuhkan hukuman penjara 46 tahun atas perbuatan yang sama kepada Jendral Radislav Krstic.
Dalam delapan tahun kehidupannya, Mahkamah telah menjatuhkan sembilan putusan dan dalam waktu dekat akan mengadili lagi tiga tokoh militer Serbia Kroasia. Pemerintah Bosnia juga mendesak agar mengadili mantan pemimpin Serbia Bosnia, Rodovan Karadzic dan pemimpin militer Ratko Mlidic yang dituduh telah menyusun perencanaan untuk membunuh orang-orang Muslim.
Karena tidak mempunyai polisis sendiri, Mahkamah mendapat kesulitan untuk menangkap para tetuduh, sehingga terpaksa hanya mengandalkan pada kerja sama para pengusaha suatu negara atau pasukan-pasukan NATO untuk menangkap mereka yang dituduh. Kenyataannya, banyak terdakwa yang masih berkeliaran secara bebas di Serbia dan bagian Herzegovina yang masih dikuasai orang-orang Serbia. Sehubungan dengan itu, Mahkamah telah mengeluarkan kritikan terhadap negara-negara di kawasan terutama Republik Federal Yugoslavia yang kurang menunjukkan kerja sama dengan Mahkamah. Karena itu, Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan resolusi-resolusi No. 1160, 1199, 1203 dan 1207 yang menegaskan lagi hak Penuntut Umum untuk melakukan pemeriksaan di Kosovo dan menggarisbawahi kewajiban hukum Republik Federal Yugoslavia untuk sepenuhnya bekerja sama dengan Mahkamah
Walaupun jauh dari sempurna, pembentukan Mahkamah Penjahat Perang Internasional ini merupakan langkah maju masyarakat internasional untuk mengadili para penjahat perang terhadap umat manusia dan mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran berat terhadap hak-hak asasi manusia yang mendasar.
3.      Mahkamah Kriminal untuk Rwanda (International Criminal Tribunal for Rwanda)
Mahkamah ini bertempat di Arusha, Tanzania dan didirikan melalui resulosi Dewan Keamanan No. 955 tanggal 8 November 1994. Tugas Mahkamah ini adalah untuk meminta pertanggungjawaban para pelaku pembunuhan masal sekitar 800.000 orang Rwanda terutama dari suku Tutsi. Mahkamah mulai menjatuhkan hukuman pada tahun 1998 terhadap Jean-Paul Akayesu mantan walikota Taba, dan juga Clement Kayishema beserta Obed Ruzindana yang kedua-keduanya telah dituduh melakukan pemusnahan ras (genocide).
Keputusan Mahkamah atas perkara Akayesu ini tlah menunjukkan betapa luas dan mendalamnya tindakan-tindakan kekerasan yang terjadi waktu pemusnahan ras tersebut. Terbukti semuanya telah direncanakan dan diorganisasi sebelumnya dan juga terbukti adanya motivasi etnis. Mahkamah mengungkapkan bahwa pembunuhan masal tersebut mempunyai tujuan khusus yaitu pemusnahan orang-orang Tutsi, sebagai suatu kelompok pada tahun 1994. Akayesu di akhir 1998 dijatuhi hukuman penjara selama 80 tahun.
Peradilan terhadap Kayishema dan Ruzindana berakhir pada bulan November 1998 dan menjatuhkan hukuman tanggal 21 Mei 1999. Kayishema, bupati di Kibuye dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dan Ruzindana 25 tahun. Mereka berdua telah dinyatakan bersalah karena telah melakukan tindakan-tindakan pemusnahan ras.
Mahkamah juga pada tanggal 1 mei 1998 telah menjatuhkan hukuman kepada Jean Kambanda, Perdana menteri Rwanda pada tahun 1994 waktu terjadinya pembunuhan massal. Ia dituduh melakukan pemusnahan ras dan kejahatan-kejahatan terhadap umat manusia. Pada tanggal 4 September 1998 Kambanda dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Sebagai seorang Perdana Menteri, anggota kabinet yang paling penting, ia tidak banyak berbuat untuk mencegah tindakan-tindakan pembunuhan yang terjadi.
Pada tanggal 5 Februari 1999 Mahkamah juga telah menjatuhi hukuman penjara 15 tahun kepada Omar Serushago, seorang pemimpin milisia Hutu, di kabupaten Gisenyi. Ia dinyatakan bersalah atas tindakannyayang merupakan kejahatan terhadap umat manusia. Ia mendapat hukuman yang cukup ringan karena telah menyerahkan diri secara sukarela, menunjukkan kerjasama dengan mahkamah dan menyatakan penyesalan atas perbuatan jahatnya. Sampai sekarang Mahkamah terus melakukan kegiatan-kegiatannya untuk menangkap dan mengadili para pelaku kejahatan yang terjadi pada tahun 1994 baik menyangkut bekas pejabat-pejabat negara ataupun pemerintahan maupun orang-orang biasa.
Berbeda denganMahkamah Internasional untuk Yugoslavia, mahkamah untuk kejahatan di Rwanda ini dalam melaksanakan tugas-tugasnya mendapat dukungan dan kerja sama yang baik dari negara-negara afrika lainnya dengan menyerahkan pada tersangka ke Mahkamah. Sebagai contoh, mantan Menteri Kehakiman Rwanda, Mathieu Ngirumpatse ditangkap pada tanggal 11 Juni 1998 di Mali yang kemudian diserahkan ke Mahkamah. Penyerahan oleh Kenya dan Afrika Selatan para terdakwa penjahat perang Dr. Casimir Bizimungu, Eliezer Niyitgeka dan Ignace Bagilishema adalah contoh-contoh lain dari kerja sama tersebut. Partisipasi aktif banyak negara di Afrika dalam menyerahkan para terdakwa ke Mahkamah merupakan perkembangan positif  bagi kegiatan lanjutan peradilan internasional tersebut.
Bahkan, kerja sama ini juga diperoleh dari negara-negara barat. Misalnya, Perancis, pada tanggal 8 Maret 2000 menyerahkan mantan Menteri Pendidikan Tinggi, Jean De Dieu Kamuhanda kemahkamah kriminal Arusha. Ia telah dituduh melakukan perbuatan pemusnahan ras dan kejahatan terhadap umat manusia. Disamping itu, negara tersebut sedang mengusahakan pula pemindahan Francois-Xavier Nzuwomenea, mantan perwira Tinggi Rwanda, yang ditangkap di kota Montauban, Perancis, pada tanggal 15 Februari 2000. Ia juga dituduh melakukan kegiatan-kegiatan jahat terhadap umat manusia.
Di samping itu, peradilan-perasilan nasional di Rwanda terus melakukan penyelidikan, penahanan, dan mengadili para tersangka yang terlibat dalam pembunuhan masal tahun 1994 tersebut. Diperkirakan ada sekitar 125.000 orang yang sekarang ini ditahan di berbagai penjara di Rwanda dan 22 orang telah dijatuhi hukuman mati dan di eksekusi bulan April 1998.
Belum lagi berakhir kegiatan kedua mahkamah tersebut, telah mulai pula dipersiapkan pembentukan tribunal untuk Kamboja dengan hakim-hakim nasional dan internasional, untuk mengadili para penjahat perang di jaman pemerintahan Pol Pot dan Khemer Merah antara tahun 1975 dan 1979 yang telah membunuh sekitar 1.700.000 orang. Selain itu, tanggal 14 Agustus 2000, dewan keamanan PBB juga memutuskan pembentukan Mahkamah khusus untuk mengadili para penjahat perang dan pelanggar berat Hak Asasi Manusia selama 9 tahun perang saudara di Siera Leone. Perkembangan ini merupakan bukti betapa tingginya keperdulian masyarakat Internasional dewasa ini untuk menegakkan, memajukan dan melindungi hak-hak Asasi Manusia dan menghukum mereka yang bersalah tanpa membedakan suku, bangsa dan negara.
                                                                  Terima kasih.


































Popular Posts