Makalah HUBUNGAN, ORGANISASI, DAN HUKUM INTERNASIONAL
HUBUNGAN, ORGANISASI, DAN HUKUM INTERNASIONAL
Ekram Pawiroputro*)
Pendahuluan
Membicarakan
masalah-masalah internasional di dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
di SMA/K/MA, substansi materinya dapat dilihat pada standar isi, baik stantar kompetensi
maupun kompetensi dasar. Pengalokasiannya di dalam kurikulum diletakkan pada
kelas XI semester II. Secara utuh dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Kelas XI Semester I
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
4. Menganalisis hubungan
internasional dan organisasi
internasional
|
4.1 Mendeskripsikan
pengertian, pentingnya, dan
sarana-sarana hubungan internasional bagi suatu negara
4.2 Menjelaskan
tahap-tahap perjanjian internasional
4.3 Menganalisis fungsi Perwakilan Diplomatik
4.4 Mengkaji peranan organisasi internasional (ASEAN, AA, PBB) dalam meningkatkan hubungan
internasional
4.5 Menghargai kerja sama dan perjanjian
internasional yang bermanfaat bagi Indonesia
|
5. Menganalisis sistem hukum dan
peradilan internasional
|
5.1
Mendeskripsikan
sistem hukum dan peradilan internasional
5.2
Menjelaskan
penyebab timbulnya sengketa
internasional dan cara penyelesaian oleh Mahkamah Internasional
5.3
Menghargai
putusan Mahkamah Internasional
|
Dari
tabel tersebut tampak bahwa jika dilihat dari segi sekuensialnya, ada urutan
yang terasa kurang logis. Ini jika penempatan standar kompetensi menggambarkan
urutan. Pada standar kompetensi pertama, di dalamnya dijabarkan ke dalam
sejumlah kompetensi dasar, antara
*)
Disajikan pada kegiatan Workshop MGMP PKn Kota Yogyakarta di MAN Yogyakarta,
tanggal 14 Oktober 2011
lain kompetensi dasar yang berkaitan dengan
perjanjian internasional. Sementara perjanjian internasional itu sendiri
merupakan bagian penting dari hukum internasional. Selanjutnya materi
organisasi internasional mestinya dibicarakan setelah materi hukum
internasional, karena organisasi internasional tidak lain merupakan bagian dari
hukum internasional, yaitu masuk hukum internasional khusus.
Untuk
kajian kita kali ini, sementara hal itu sebaiknya kita abaikan terlebih dahulu.
Yang mendasar barangkali adalah materi yang berkenaan dengan sengketa
internasional (international dispute).
Sengketa internasional
Apakah sengketa internasional itu?
Sesungguhnya
setiap hari boleh dikatakan kita hampir selalu mendengar dan menyaksikan
mengenai sengketa internasional. Apa yang terjadi di Timur Tengah, khususnya di
Palestina, apa yang terjadi di Irak, rebutan wilayah dua pulau antara
Indonersia dengan Malaysia, itu sedikit contyoh dari adanya sengketa
internasional. Kalau begitu, apa yang dimaksud dengan sengketa internasional
itu?
Secara
sederhana dapat dirumuskan, bahwa sengketa adalah perselisihan mengenai masalah
fakta, hukum, atau politik di mana tuntutan atau pernyataan suatu pihak ditolak,
dituntut balik atau diingkari oleh pihak lain. Dalam arti yang lebih luas,
sengketa internasional dikatakan ada bila perselisihan seperti ini melibatkan
pemerintah, lembaga, yuristic persons (badan hukum) dalam bagian dunia yang
berlainan.
Cara-cara penyelesaian sengketa internasional.
Secara garis besar, penyelesaian sengketa
internasional dapat dilihat pada bagan berikut ini

Dari
bagan tersebut terlihat bahwa untuk penyelesaian sengketa internasional secara
damai dapat dilakukan lewat dua cara, yaitu secara politik dan secara hukum.
Penyelesaian
secara hukum
Salah
satu cara penyelesaian sengketa secara hukum adalah lewat Mahkamah Pengadilan
Internasional (International Court of Justice)
Sekilas mengenal Mahkamah Internasional
Sifat
fakultatif Peradilan Internasional
Di
suatu negara, peradilan adalah wajib bagi semua individu, artinya pengadilan
negara dapat diminta perhatiannya oleh pengaduan sepihak dari salah satu pihak
yang bersengketa, dan sebagai akibatnya pihak lain dapat dipanggil oleh
pengadilan. Di bidang internasional, peradilan pada prinsipnya bersifat
fakultatif. Bila suatu negara ingin mengajukan suatu perkara ke pengadilan
internasional, maka persetujuan pihak-pihak yang bersengketa merupakan suatu
keharusan. Tidak mungkin suatu negara mengajukan perkara ke depan peradilan
internasional dengan melibatkan negara lain tanpa persetujuan negara tersebut.
Kajian
mengenai Mahkamah Internasional ini akan dibagi ke dalam :
(1)
aspek Institusional Mahkamah, (2) Wewenang Mahkamah, (3) pendapat-pendapat yang
tidak mengikat, (4) penilaian peranan Mahkamah.
1. Aspek-aspek institusional Mahkamah
Mahkamah
Internasional ini bersifat tetap, didirikan sebelum lahirnya sengketa.
Hakim-hakimnya sudah dipilih sebelumnya, wewenang dan prosedurnya juga telah
ditetapkan sebelum sengketa lahir.
a. Komposisi dan cara pengangkatan hakim
Mahkamah
terdiri dari sekumpulan hakim-hakim yang bebas, dipilih tanpa memandang
kewarganegaraannya di antara ahli-ahli yang mempunyai moral yang tinggi dan
kualifikasi yang diperlukan untuk memegang jabatan hukum tertinggi di negeri
mereka masing-masing atau penasehat-penasehat hukum yang keahliannya telah
diakui dalam hukum internasional (pasal 2 Statuta MPI). Para hakim tidak dapat
diberhentikan selama masa jabatannya
belum berakhir. Para hakim juga tidak boleh melakukan kegiatan-kegiatan
profesional lainnya. Para hakim yang dipilih harus mewakili berbagai bentuk
kebudayaan dan sistem-sistem hukum yang ada di dunia (ps. 9 Statuta MPI). Di
dalam pemilihan hakim, juga dipertimbangkan pembagian wilayah geografis yang
adil.
Masing-masing
hakim (15 orang) memegang jabatannya selama masa sembilan tahun dan sesudahnya
dapat dipilih kembali. Untuk pengangkatan periode pertama, masing-masing
dipilih lima orang hakim untuk memegang jabatan selama tiga tahun, lima orang
hakim untuk masa jabatan selama enam tahun. Sesudah itu masing-masing akan
memegang jabatan selama masa sembilan tahun. Para hakim dipilih oleh Dewan
Keamanan dan Majelis Umum, dalam pemilihan yang dilakukan secara terpisah.
Untuk dapat dinyatakan terpilih, tiap-tiap calon harus mendapatkan mayoritas
absolut suara, baik di Majelis Umum maupun di Dewan Keamanan (ps 10 ayat 1
Statuta MPI).
b. Organisasi dan tata kerja
MPI
berkedudukan di Den Haag. MPI dapat bersidang di tempat lain jika dipandang
perlu. Masa bersidang diadakan di seluruh tahun, kecuali waktu-waktu libur
mahkamah. Sidang lengkap pada prinsipnya dihadiri oleh seluruh anggota. Sidang
dinyatakan memenuhi kuorum jika sekurang-kurangnya dihadiri oleh sembilan orang
anggota.
MPI
memilih Ketua dan Wakil Ketuanya untuk masa jabatan tiga tahun, dan sesudahnya
dapat dipilih kembali. MPI juga mengangkat Panitera dan pegawai-pegawai lain
yang dianggap perlu. Bahasa resmi yang digunakan di dalam persidangan adalah
Bahasa Inggris dan Perancil (ps 39 Statuta). Akan tetapi atas permintaan salah
satu pihak yang bersengketa, MPI dapat mengijinkan penggunaan bahasa lain.
Sumber hukum yang digunakan adalah sebagaimana tersurat di dalam pasal 38
Statuta.
Prosedur
Jalannya
proses di depan Mahkamah mempunyai banyak kesamaan dengan yurisdiksi intern
suatu negara, yaitu :
> prosedur tertulis dan perdebatan lisan
diatur sedemikian rupa untuk menjamin sepenuhnya masing-masing pihak
mengemukakan pendapatnya,
> sidang-sidang Mahkamah terbuka untuk
umum, namun untuk rapat-rapat hakim Mahkamah diadakan dalam sidang tertutup.
Wewenang Mahkamah
Mahkamah
dapat mengambil tindakan sementara dalam bentuk ordonansi. Yang dimaksud dengan
tindakan sementara ini adalah tindakan yang diambih oleh Mahkamah untuk
melindungi hak-hak dan kepentingan pihak-pihak yang bersengketa sambil menunggu
keputusan dasar atau penyelesaian lainnya yang akan ditentukan oleh Mahkamah
secara definitif.
Contoh :
1).
Kasus pendudukan Kedutaan Besar Amerika Serikat oleh kelompok militan di
Teheran tanggal 4 Nopember 1979. Mahkamah menetapkan dalam tindakan sementara
agar menyerahkan kembali Kedutaan Besar tersebut dan membebaskan sandera.
2).
Sengketa Amerika Serikat dan Nicaragua. Mahkamah pada tanggal 10 Mei 1984
menetapkan tindakan-tindakan sementara agar hak Nicaragua atas kedaulatan dan
kemerdekaan politiknya tidak diancam oleh kegiatan-kegiatan militer Amerika
Serikat.
Selama
dalam proses, Mahkamah juga dapat membentuk angket, melakukan
pemeriksaan-pemeriksaan oleh para ahli, dan bahkan berkunjung ke tempat sumber
sengketa untuk keperluan pengumpulan bukti.
Penolakan hadir di Mahkamah
Jika
salah satu pihak yang bersengketa tidak hadir di Mahkamah, pasal 53 Statuta
mengatur sbb: Jika salah satu pihak tidak hadir di Mahkamah atau tidak
mempertahankan perkaranya, pihak lain dapat meminta Mahkamah mengambil
keputusan mendukung tuntutannya.
Negara
bersengketa yang tidak hadir di Mahkamah tidak menghalangi Mahmakah untuk
mengambil keputusan denga syarat,
seperti tercantum dalam pasal 53 ayat 2 Statuta, bahwa sebelum menjatuhkan
keputusan, kepada pihak yang tidak hadir, Mahkamah harus yakin bahwa ia bukan
saja mempunyai wewenang, tetapi juga keputusannya benar-benar didasarkan atas
fakta dan hukum. Dengan demikian, pihak yang dihukum, walaupun tidak hadir,
pada prinsipnya tidak dapat menolak keputusan yang telah ditetapkan oleh
Mahkamah.
Keputusan Mahkamah
Keputusan
Mahkamah diambil dengan suara mayoritas dari hakim-hakim yang hadir. Bila suara
seimbang, maka suara Ketua atau Wakil Ketuanya yang menentukan.
Keputusan
Mahkamah terdiri atas tiga bagian.
(1).
bagian pertama: berisi komposisi Mahkamah, informasi mengenai pihak-pihak yang
bersengketa serta wakil-wakilnya, analisa mengenai fakta-fakta, dan argumentasi
hukum pihak-pihak yang bersengketa.
(2).
Bagian kedua: berisi penjelasan mengenai motivasi Mahkamah. Pemberian motivasi
keputusan Mahkamah merupakan suatu keharusan karena penyelesaian yurisdiksional
ini sering merupakan salah satu unsur dari penyelesaian yang lebih luas dari
sengketa, dan karena itu dijaga sensibilitas pihak-pihak yang bersengketa.
(3).
Bagian ketiga berisi dispositif. Dispositif ini berisikan keputusan Mahkamah
yang mengikat negara-negara yang bersengketa.Juga disebutkan jumlah suara yang
diperoleh melalui keputusan tersebut.
Penyampaian
pendapat yang terpisah
Di MPI
pernyataan pendapat yang terpisah (dissenting opinion) diperbolehkan. Pendapat yang terpisah bisa terjadi jika suatu keputusan tidak mewakili seluruh
anggota, hakim yang tidak sependapat/tidak menyetujui berhak memberikan
pendapatnya secara terpisah (ps 57 Piagam). Jadi pendapat terpisah adalah
pendapat seorang hakim yang tidak menyetujui suatu kerputusan dan menyatakan
keberatannya terhadap motif-motif yang diberikan dalam keputusan
tersebut.Keputusan Mahkamah bersifat definitif, dan hanya mengikat pihak-pihak
yang bersengketa.
Apakah keputusan
Mahkamah wajib dilaksanakan/ dapat dipaksakan?
Pasal
13 Covenant LBB: jika suatu keputusan peradilan tidak dilaksanakan, maka Dewan
dapat mengusulkan tindakan-tindakan yang akan menjamin pelaksanaan keputusan
tersebut.
Pasal
94 Piagam PBB:
(1).
Tiap-tiap negara anggota PBB harus melaksanakan keputusan Mahkamah
Internasional dalam sengketa apabila dia menjadi pihak.
(2).
Bila negara pihak suatu sengketa tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban yang
dibebankan oleh Mahkamah kepadanya, negara pihak lainnya dapat mengajukan
persoalannya kepada Dewan Keamanan, dan Dewan Keamanan jika perlu dapat membuat
rekomendasi-rekomendasi atau memutuskan tindakan-tindakan yang akan diambil
supaya keputusan tersebut dilaksanakan.
2.
Wewenang Mahkamah (MPI)
Mengenai
wewenang Mahkamah secara tegas diatur di dalam bab II Statuta MPI yang khusus
mengenai wewenang Mahkamah, dengan ruang lingkup masalah-masalah mengenai
sengketa.Wewenang Mahkamah ini dibedakan menjadi dua, yaitu (a) wewenang
ratione personae (siapa yang dapat mengajukan perkara ke Mahkamah, dan (b)
wewenang ratione materiae (jenis sengketa yang dapat diajukan.
a.
Wewenang Ratione Personae:
Pasal
34 ayat 1 Statuta MPI secara kategoris menyatakan bahwa hanya negara-negara
yang boleh menjadi pihak dalam perkara-perkara di depan Mahkamah. Ini berarti
bahwa Mahkamah hanya terbuka bagi negara-negara anggota dari
statuta.Negara-negara ini terutama semua anggota PBB yang secara otomatis
menjadi pihak dalam statuta.
Pasal
93 ayat 2 Piagam PBB menyatakan bahwa negara yang bukan anggota PBB dapat
menjadi pihak pada Statuta Mahjkamah, dengan syarat-syarat yang akan ditentukan
untuk tiap-tiap permohonan oleh MU atas rekomendasi DK. Dengan menggunakan
ketentuan ini San Marino pada tahun 1954, Liechtenstein tahun 1950, dan Jepang
pada tahun 1954, sebelum masuk menjadi anggota PBB menjadi pihak pada statuta.
Swiss yang tetap berada di luar PBB menjadi pihak pada statuta melalui
ketentuan pasal 93 ayat 2 ini pada tahun 1947.
Untuk
keputusan Mahkamah, jarang sekali DK diminta untuk menggunakan ketentuan pasal
94 ayat 2 tersebut, karena biasanya negara-negara menerima keputusan Mahkamah.
Ada beberapa kasus yang yang keputusan Mahkamah ini tidak dilaksanakan,
sehingga DK menggunakan ketentuan pasal 94 ayat 2, misalnya keputusan Mahkamah
mengenai peristiwa Selat Corfutahun 1949, karena Alabama menolak membayar ganti
rugi kepada Inggris. Keputusan Mahkamah tahun 1980 dalam kasus personil
Diplomatik USA di Teheran karena Iran menolak mengambil tindakan perlindungan
sementara.
b.
Wewenang Ratione Materiae
Pasal
36 ayat 1 Statuta secara tegas menyatakan bahwa wewenang Mahkamah meliputi
semua perkara yang diajukan pihak-pihak yang bersengketa kepadanya dan semua
hal,terutama yang terdapat dalam Piagam PBB atau dalam perjanjian-perjanjian
dan konvensi-konvensi yang berlaku. Meskipun pasal 36 ayat 1 tidak mengadakan
pembedaanantara sengketa hukum dan sengketa politik yang boleh dibawa ke
Mahkamah, dalam praktiknya Mahkamah selalu menolak memeriksa perkara-perkara
yang tidak bersifat hukum.
Wewenang
Mahkamah pada dasarnya bersifat fakultatif, artinya jika terjadi sengketa
antara dua negara, campur tangan Mahkamah baru dapat terjadi bila negara-negara
yang bersengketa sepakat untuk menyelesaikan sengketa tersebut di depan
Mahkamah. Tanpa adanya persetuan dari pihak-pihak yang bersengketa, wewenang
Mahkamah tidak berlaku bagi sengketa tersebut.
Kompromi
Dalam
kerangka wewenang fakultatif, sengketa diajukan ke Mahkamah melalui suatu
kompromi. Di sini kesepakatan negara-negara yang bersengketa dituangkan dalam
suatu kompromi. Kompromi di sini berisikan persetujuan pihak-pihak yang
bersengketa untuk mengajukan perkara mereka ke Mahkamah. Misalnya, sengketa
antara Indonesia dengan Malaysia mengenai Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan,
special agreement yang merupakan kompromi antara Indonesia dengan Malaysia
telah disampaikan ke Panitera Mahkamah pada tanggal 2 November 1998.
Wewenang
Wajib ( Compulsory Jurisdiction)
Wewenang
wajib dari Mahkamah hanya dapat terjadi jika negara-negara sebelumnya dalam
suatu persetujuan, menerima wewenang tedrsebut.
a.
Wewenang wajib berdasarkan ketentuan Konvensional
Wewenang
wajib ini dapat diterima dalam bentuk klausula khusus atau dalam bentuk
perjanjian-perjanjian umum. Klausula khusus ini terdapat dalam suatu perjanjian
sebagai tambahan dari perjanjian itu sendiri.
Klausula ini bertujuan menyelesaikan sengketa yang mungkin lahir di masa
yang akan datang mengenai pelaksanaan dan interpretasi perjanjian tersebut di
muka Mahjkamah ( contoh : lihat pasal 66 ayat 2 Vienna Convention on the Law of
Treaties between States and Internatinal Organizations or Between International
Organizations, 21 MaRET 1986).
b.
Klausula Opsional
Ketentuan
ini diatur di dalam pasal 36 ayat 2 Statuta, yang menyatakan Negara-negara
pihak Statuta , dapat setiap saat menyatakan untuk menerima wewenang wajib
Mahjkamah dan tanpa persetujuan khusus dalam hubungannya dengan negara lain
yang menerima kewajiban dalam semua sengketa hukum mengenai :
>
penafsiran suatu perjanjian,
>
setiap persoalan hukum internasional,
>
adanya suatu fakta yang bila terbukti akan merupakan pelanggaran terhadap
kewajiban
internaonal,
>
jenis atau besarnya ganti rugi yang harus dilaksanakan karena pelanggaran dari
suatu
kewajiban internasional.
Pernyataan
negara yang berisikan penerimaan klausula ini dapat dibuat tanpa syarat atau
dengan syarat resiprositas oleh negara-negara lain atau untuk kurun waktu
tertentu. Pernyataan tersebut didepositkan pada Sekjen PBB yang copynya
disampaikan ke negara-negara pihak pada Statuta dan kepada Panitera Mahkamah.
Mahkamah
internasional dewasa ini bukanlah merupakan satu-satunya Peradilan Tetap,
tetapi terdapat pula mahkamah-mahkamah lain yang mempunyai wewenang terbatas.
Peradilan-peradilan tersebut antara lain:
·
Tribunal-tribunal Administratif
Internasional seperti Tribunal Administratif Organisasi Buruh Sedunia (ILO),
dan Tribunal Administratif PBB tahun 1949, yang didirikan tahun 1927 dalam
kerangka SDN.
·
Mahkamah Peradilan
Masyarakat-Masyarakat Ekonomi Eropa 18 April 1951.
·
Mahkamah Eropa mengenai Hak Asasi
Manusia 4 Nopember 1950.
·
Tribunal Administratif Bank Dunia
yang didirikan tanggal 4 juli 2980.
Peradilan Internasional lainnya di Bawah
Kerangka PBB
1.
Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court)
Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) sejak pembentukannya telah memainkan peran penting di
bidang hukum internasional sebagai upaya menciptakan perdamaian dunia dan
keadilan bagi seluruh umat manusia. Selain Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) yang
berkedudukan di Den Haag, Belanda, yang merupakan salah satu organ utama PBB,
saat ini PBB juga sedang berupaya menyelesaikan Rules of Procedure atau Hukum Acara bagi berfungsi Mahkamah Pidana
Internasional (International Criminal
Court/ICC) yang statuta pembentukannya telah disahkan melalui Konfrensi
International di Roma, Itelia, pada Juni 1998. Statuta tersebut baru berlaku
setelah disahkan oleh 60 negara. Sampai tanggal 17 Juli 2000 baru 14 negara
yang telah meratifikasi Statuta tersebut sedangkan Indonesia belum
menandatanganinya. Berbeda dengan ICJ, yuridikasi ICC adalah di bidang hukum
pidana international yang akan mengadili para individu yang melanggar Hak Asasi
Manusia dan kejahatan Humaniter, genocide
(pemusnahan ras), kejahatan perang, serta agresi.
Negara-negara
anggota PBB tidak secara otomatis terikat oleh yurisdikasi ICC, tetapi melalui
suatu pernyataan mengikatkan diri dan menjadi pihak pada Statuta ICC. Kedudukan
ICC adalah di Den Haag, Belanda, tetapi sidang-sidangnya dapat diadakan di
negara lain sesuai dengan kebutuhan. Badan-badan ICC adalah: Presiden; Forum Pra Peradilan (Pre-Trial
Division); Peradilan Tingkat Pertama (Trial Division) dan Peradilan Tingkat Banding (Appeals
Division); Penuntut Umum (Presecutor) dan Panitian Pendaftar (Registry). Mahkamah akan memiliki 18 hakim yang
dipilih oleh Majelis Umum negara-negara pihak
untuk priode selama 9 tahun. Hakim yang baru menyelesaikan tugasnya tidak dapat
dipilih kembali, dan setiap negara pihak
hanya dapat mengajukan satu calon hakim. Selanjutnya, hakim ICC akan memilih
presiden, sedangkan Penuntut Umum akan dipilih memalui pemungutan suara secara
tertutup oleh Majelis Umum. Hubungan antara Mahkamah dan PBB diatur secara
tersendiri dalam satu perjanjian yang memerlukan persetujuan Majelis Umum
negara-negara pihak Statuta.
Di
samping itu, untuk mengadili kejahatan humaniter, PBB melalui Dewan Keamanan
membentuk pula peradilan internasional seperti Mahkamah Internasional untuk
Bekas Yugoslavia dan Mahkmah Internasional untuk Rwanda.
2.
Mahkamah Kriminal Internasional
untuk Bekas Yugoslavia (The International
Criminal for the Former Yugoslavia/ICTY)
Melalui
resolusi Dewan Keamanan No.827, tanggal 25 Mei 1993, Perserikatan Bangsa-Bangsa
membentuk The International Criminal
Tribunal for the Former Yugoslavia (ICTY) yang bertempat di Den Haag,
negeri Belanda, bertugas untuk mengadili orang-orang yang bertanggung jawab
atas pelanggaran-pelanggaran berat terhadap hukum humaniter international yang
terjadi di negara bekas Yugoslavia.
Semenjak
Mahkamah tersebut didirikan seudah 84 orang yang dituduh melakukan
pelanggaran-pelanggaran berat dan 20 orang di antaranya sudah ditahan. Surat
perintah tahanan internasional juga telah dikeluarkan untuk menangkap
individu-individu kenamaan Serbia Bosnia seperti Radovan Karadzic dan Ratko
Mladic yang selalu menghindarkan diri dari penahanan. Pada tanggal 27 Mei 1999
tuduhan juga telah dikeluarkan terhadap pemimpin-pemimpin terkenal seperti
Slobodan Milosevic (Presiden Republik Federal Yugoslavia), Milan Milutinovic
(Presiden Serbia), Nikola Sainovic (Deputi Perdana Menteri Yugoslavia),
Dragoljub Ojdanic (Kepala Staf Tentara Yugoslavia) dan Vlajko Stojiljkovic
(Menteri Dalam Negeri Serbia). Mereka dituduh telah melakukan kejahatan
terhadap umat manusia dan melanggar hukum atau kebiasaan perang. Selanjutnya,
Slobodan Milosevic berhasil ditangkap 29 Juni 2001.
Pada
tanggal 3 Maret 2000, Mahkamah menjatuhkan hukuman penjara 45 tahun kepada
Jendral Kroasia Bosnia Tihomir Blaskic yang telah mengorganisir ethnic
cleansing terhadap orang-orang Muslim
selama perang Bosnia 1992-1995. Ia dituduh telah melakukan pelanggaran berat
terhadap konvensi Jenewa, pelanggaran terhadap hukum dan kebiasaan perang dan
kejahatan terhadap umat manusia. Mahkamah dalam keputusannya menyatakan bahwa
walaupun Mr. Blaskic sendiri tidak berusaha membunuh orang-orang Muslim, tetap
bersalah karena tidak berusaha mencegah terjadinya kejahatan-kejahatan dan
menghukum para pelakunya. Pada tanggal 2 Agustus 2011 juga telah dijatuhkan
hukuman penjara 46 tahun atas perbuatan yang sama kepada Jendral Radislav
Krstic.
Dalam
delapan tahun kehidupannya, Mahkamah telah menjatuhkan sembilan putusan dan
dalam waktu dekat akan mengadili lagi tiga tokoh militer Serbia Kroasia.
Pemerintah Bosnia juga mendesak agar mengadili mantan pemimpin Serbia Bosnia,
Rodovan Karadzic dan pemimpin militer Ratko Mlidic yang dituduh telah menyusun
perencanaan untuk membunuh orang-orang Muslim.
Karena
tidak mempunyai polisis sendiri, Mahkamah mendapat kesulitan untuk menangkap
para tetuduh, sehingga terpaksa hanya mengandalkan pada kerja sama para
pengusaha suatu negara atau pasukan-pasukan NATO untuk menangkap mereka yang
dituduh. Kenyataannya, banyak terdakwa yang masih berkeliaran secara bebas di
Serbia dan bagian Herzegovina yang masih dikuasai orang-orang Serbia.
Sehubungan dengan itu, Mahkamah telah mengeluarkan kritikan terhadap
negara-negara di kawasan terutama Republik Federal Yugoslavia yang kurang
menunjukkan kerja sama dengan Mahkamah. Karena itu, Dewan Keamanan PBB telah
mengeluarkan resolusi-resolusi No. 1160, 1199, 1203 dan 1207 yang menegaskan
lagi hak Penuntut Umum untuk melakukan pemeriksaan di Kosovo dan
menggarisbawahi kewajiban hukum Republik Federal Yugoslavia untuk sepenuhnya
bekerja sama dengan Mahkamah
Walaupun
jauh dari sempurna, pembentukan Mahkamah Penjahat Perang Internasional ini
merupakan langkah maju masyarakat internasional untuk mengadili para penjahat
perang terhadap umat manusia dan mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran
berat terhadap hak-hak asasi manusia yang mendasar.
3.
Mahkamah Kriminal untuk Rwanda (International Criminal Tribunal for Rwanda)
Mahkamah
ini bertempat di Arusha, Tanzania dan didirikan melalui resulosi Dewan Keamanan
No. 955 tanggal 8 November 1994. Tugas Mahkamah ini adalah untuk meminta
pertanggungjawaban para pelaku pembunuhan masal sekitar 800.000 orang Rwanda
terutama dari suku Tutsi. Mahkamah mulai menjatuhkan hukuman pada tahun 1998
terhadap Jean-Paul Akayesu mantan walikota Taba, dan juga Clement Kayishema
beserta Obed Ruzindana yang kedua-keduanya telah dituduh melakukan pemusnahan
ras (genocide).
Keputusan
Mahkamah atas perkara Akayesu ini tlah menunjukkan betapa luas dan mendalamnya
tindakan-tindakan kekerasan yang terjadi waktu pemusnahan ras tersebut.
Terbukti semuanya telah direncanakan dan diorganisasi sebelumnya dan juga
terbukti adanya motivasi etnis. Mahkamah mengungkapkan bahwa pembunuhan masal
tersebut mempunyai tujuan khusus yaitu pemusnahan orang-orang Tutsi, sebagai
suatu kelompok pada tahun 1994. Akayesu di akhir 1998 dijatuhi hukuman penjara
selama 80 tahun.
Peradilan
terhadap Kayishema dan Ruzindana berakhir pada bulan November 1998 dan
menjatuhkan hukuman tanggal 21 Mei 1999. Kayishema, bupati di Kibuye dijatuhi
hukuman penjara seumur hidup dan Ruzindana 25 tahun. Mereka berdua telah
dinyatakan bersalah karena telah melakukan tindakan-tindakan pemusnahan ras.
Mahkamah
juga pada tanggal 1 mei 1998 telah menjatuhkan hukuman kepada Jean Kambanda,
Perdana menteri Rwanda pada tahun 1994 waktu terjadinya pembunuhan massal. Ia
dituduh melakukan pemusnahan ras dan kejahatan-kejahatan terhadap umat manusia.
Pada tanggal 4 September 1998 Kambanda dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
Sebagai seorang Perdana Menteri, anggota kabinet yang paling penting, ia tidak
banyak berbuat untuk mencegah tindakan-tindakan pembunuhan yang terjadi.
Pada
tanggal 5 Februari 1999 Mahkamah juga telah menjatuhi hukuman penjara 15 tahun
kepada Omar Serushago, seorang pemimpin milisia Hutu, di kabupaten Gisenyi. Ia
dinyatakan bersalah atas tindakannyayang merupakan kejahatan terhadap umat
manusia. Ia mendapat hukuman yang cukup ringan karena telah menyerahkan diri
secara sukarela, menunjukkan kerjasama dengan mahkamah dan menyatakan
penyesalan atas perbuatan jahatnya. Sampai sekarang Mahkamah terus melakukan
kegiatan-kegiatannya untuk menangkap dan mengadili para pelaku kejahatan yang
terjadi pada tahun 1994 baik menyangkut bekas pejabat-pejabat negara ataupun
pemerintahan maupun orang-orang biasa.
Berbeda
denganMahkamah Internasional untuk Yugoslavia, mahkamah untuk kejahatan di
Rwanda ini dalam melaksanakan tugas-tugasnya mendapat dukungan dan kerja sama
yang baik dari negara-negara afrika lainnya dengan menyerahkan pada tersangka
ke Mahkamah. Sebagai contoh, mantan Menteri Kehakiman Rwanda, Mathieu
Ngirumpatse ditangkap pada tanggal 11 Juni 1998 di Mali yang kemudian diserahkan
ke Mahkamah. Penyerahan oleh Kenya dan Afrika Selatan para terdakwa penjahat
perang Dr. Casimir Bizimungu, Eliezer Niyitgeka dan Ignace Bagilishema adalah
contoh-contoh lain dari kerja sama tersebut. Partisipasi aktif banyak negara di
Afrika dalam menyerahkan para terdakwa ke Mahkamah merupakan perkembangan
positif bagi kegiatan lanjutan peradilan
internasional tersebut.
Bahkan,
kerja sama ini juga diperoleh dari negara-negara barat. Misalnya, Perancis,
pada tanggal 8 Maret 2000 menyerahkan mantan Menteri Pendidikan Tinggi, Jean De
Dieu Kamuhanda kemahkamah kriminal Arusha. Ia telah dituduh melakukan perbuatan
pemusnahan ras dan kejahatan terhadap umat manusia. Disamping itu, negara
tersebut sedang mengusahakan pula pemindahan Francois-Xavier Nzuwomenea, mantan
perwira Tinggi Rwanda, yang ditangkap di kota Montauban, Perancis, pada tanggal
15 Februari 2000. Ia juga dituduh melakukan kegiatan-kegiatan jahat terhadap
umat manusia.
Di
samping itu, peradilan-perasilan nasional di Rwanda terus melakukan
penyelidikan, penahanan, dan mengadili para tersangka yang terlibat dalam
pembunuhan masal tahun 1994 tersebut. Diperkirakan ada sekitar 125.000 orang
yang sekarang ini ditahan di berbagai penjara di Rwanda dan 22 orang telah
dijatuhi hukuman mati dan di eksekusi bulan April 1998.
Belum
lagi berakhir kegiatan kedua mahkamah tersebut, telah mulai pula dipersiapkan
pembentukan tribunal untuk Kamboja dengan hakim-hakim nasional dan
internasional, untuk mengadili para penjahat perang di jaman pemerintahan Pol
Pot dan Khemer Merah antara tahun 1975 dan 1979 yang telah membunuh sekitar
1.700.000 orang. Selain itu, tanggal 14 Agustus 2000, dewan keamanan PBB juga
memutuskan pembentukan Mahkamah khusus untuk mengadili para penjahat perang dan
pelanggar berat Hak Asasi Manusia selama 9 tahun perang saudara di Siera Leone.
Perkembangan ini merupakan bukti betapa tingginya keperdulian masyarakat
Internasional dewasa ini untuk menegakkan, memajukan dan melindungi hak-hak
Asasi Manusia dan menghukum mereka yang bersalah tanpa membedakan suku, bangsa
dan negara.
Terima kasih.