Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia TKI di Dalam Negeri


Sulitnya memperoleh pekerjaan di dalam negeri mendorong sebagian pekerja mengadu nasib di luar negeri untk menjadi TKI. Tekanan penduduk dalam beberapa tahun mendatang akan semakin besar. Sekitar 56% pekerja Indonesia hanya lulusan SD ke bawah. Semakin sedikit kesempatan kerja untuk para lulusan SD. Hal ini diperburuk tidak adanya sistem jaminan sosial. Setiap orang bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Tidak ada pilihan lain, sehingga harus bekerja termasuk ke luar negeri.
Aliran pekerja ke luar negeri menjadi salah satu solusi untuk mengatasi surplus tenaga kerja dalam negeri. Tetapi, jika tidak dikelola dengan baik, maka akan terus menimbulkan masalah. Data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) menunjukkan adanya tren kenaikan TKI bermasalah dari sekitar 14% pada 2008 menjadi lebih dari 20% pada 2009.
Awal masalah
Pemerintah mensyaratkan bahwa TKI harus legal, dikirim melalui agen resmi yang membantunya untuk membuat paspor dan visa, memperoleh surat keterangan kesehatan, membayar asuransi dan kewajiban lainnya, memiliki keterampilan dan kemampuan bahasa.
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) memperkirakan pada 2010 terdapat sekitar 2,7 juta TKI bekerja di luar negeri. Namun jumlahnya dapat lebih besar mengingat banyak TKI ilegal tidak tercatat. Sekitar 45% TKI memilih bekerja di Malaysia karena kemudahan komunikasi. Sementara 35% TKI bekerja di Arab Saudi. TKI berperan besar bagi perekonomian Indonesia. Nilai remitansi TKI tahun 2008 mencapai sekitar Rp60 triliun per tahun (15% PDB Indonesia).
Permasalahan TKI muncul sejak proses awal di Indonesia. Umumnya penyaluran TKI melalui agen tenaga kerja, baik yang legal maupun ilegal. Agen TKI mengontrol hampir seluruh proses awal, mulai dari rekrutmen, paspor dan aplikasi visa, pelatihan, transit, dan penempatan TKI. Banyak TKI baru pertama kali ke luar negeri, direkrut makelar yang datang ke desanya, dengan janji upah tertentu, pilihan pekerjaan yang banyak, dan menawarkan bantuan kemudahan proses.

Rendahnya pendidikan calon TKI mengakibatkan mereka menghadapi banyak permasalahan menjadi tenga kerja di luar negeri, seperti risiko mudah ditipu pihak lain. Mereka tidak memahami aturan dan persyaratan untuk bekerja di luar negeri. Rendahnya laporan TKI yang mengalami kasus tertentu ke pihak berwenang juga didasarkan kekhawatiran mereka karena memiliki identitas palsu. Banyak TKI usianya masih terlalu muda, namun demi kelancaran proses, usia di dokumen dipalsukan. Pemalsuan tidak hanya usia, tetapi juga nama dan alamat. Oleh karena itu, tidak mudah melacak para TKI bermasalah di luar negeri.

Langkah ke depan
Pemerintah perlu menertibkan para agen TKI ilegal untuk menghindari permasalahan sejak proses awal. Kita semua perlu menyadari bahwa permasalahan TKI berawal dari dalam negeri, meskipun akar masalah di luar negeri juga tidak bisa diabaikan. Rendahnya kesempatan kerja dan tingginya pertumbuhan penduduk sebagai akibat mengendurnya berbagai kebijakan kependudukan berdampak pada meningkatnya aliran pekerja dengan pendidikan rendah ke luar negeri.
Selain itu, perlu koordinasi yang lebih baik antara BNP2TKI dan Kemenakertrans. Pemerintah harus lebih fokus untuk mengungkapkan solusi dan bukan sekadar mengungkapkan masalah. Instrumen kebijakan untuk mengatasi masalah TKI tidak harus terkait langsung dengan urusan TKI itu sendiri. Karena pada dasarnya, Indonesia saat ini membutuhkan komitmen kebijakan kependudukan yang kuat dan secara tidak langsung akan mengatasi masalah TKI pada jangka panjang. Sehingga permasalan tenaga kerja indonesia dapat terselesaikan.


Popular Posts